Entri Populer

Jumat, 23 Maret 2012

makalah akidah kalam:aliran teologi islam


MAKALAH AKIDAH KALAM I
PEMIKIRAN KALAM DARI KELOMPOK KHAWARIJ , MURJI’AH , JABARIYAH , QODARIYAH , MU’TAZILAH , SYI’AH DAN AHLUSSUNNAH



Makalah disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah
Akidah Kalam yang diampu
Oleh Drs. H. Imam Faqih, MSI


Disusun Oleh :
Nama:Syamsu Muzakki
Semester : 2 A


SEKOLAH TINGGI  ILMU TARBIYAH NAHDLATUL ULAMA PACITAN
Jl.Brigjend. S Parman no.44B(0357)885635  PACITAN
2011/2012
KATA PENGANTAR

Segala puji bagi ALLAH Tuhan semesta alam,dalam waktu yang relatif singkat,makalah yang berjudul “Pemikiran Kalam dari Kelompok Khawarij,Jabariyah,qodariyah,Muktazilah.Syi’ah dan ahlussunnah” terselesaikan dengan baik.
Adanya makalah ini tentu saja melibatkan bantuan dari berbagai pihak.Untuk itu,kami ucapkan terimakasih kepada:
   1.Orang tua yang telah mendo’akan,membimbing,dan memberikan motivasi agar kami senantiasa rajin dalam menuntut ilmu.
   2. Drs. H. Imam Faqih, MSI, sebagai dosen pengampu mata kuliah Akidah Kalam I yang telah memberikan tugas dan memberikan arahan.
   3.Sahabat – sahabat yang telah membantu menyelesaikan tugas ini.
Penulisan makalah ini masih jauh dari kesempurnaan.Oleh karena itu,kritik dan saran yang membangun dari pembaca senantiasa diharapkan.Semoga makalah ini bermanfaat bagi penulis khususnya dan bagi pembaca pada umumnya.Mohon maaf  jika terjadi salah penulisan pada makalah ini.





Penyusun






DAFTAR ISI

Halaman Judul.....................................................................................................................      i
Kata Pengantar...................................................................................................................       ii       
Daftar Isi..............................................................................................................................     iii
BAB I PENDAHULUAN
1.1.Latar Belakang..........................................................................................................     1
1.2.Rumusan Masalah.....................................................................................................      1
1.3.Tujuan pembahasan..................................................................................................      2
BAB II PEMBAHASAN
2.1.a. Kelompok KHAWARIJ........................................................................................     3
2.1.b.Pemikiran kalam kelompok KHAWARIJ.............................................................      6
2.2.a.Kelompok MURJI’AH...........................................................................................     6
2.2.b.Pemikiran kalam kelompok MURJI’AH...............................................................      8
2.2. a.Kelompok JABARIYAH......................................................................................     9
2.3. b.Pemikiran kalam kelompok JABARIYAH...........................................................     10
2.4.a.Kelompok QODARIYAH......................................................................................    11
2.4.b.Pemikiran kalam kelompok QODARIYAH..........................................................     11
2.5.a.Kelompok MUKTAZILAH...................................................................................     12
2.5.b.Pemikiran kalam kelompok MUKTAZILAH........................................................     13
2.6.a.Kelompok SYI’AH................................................................................................     14
2.6.b.Pemikiran kalam kelompok SYI’AH.....................................................................      15
2.7.a.Kelompok AHLUSSUNNAH................................................................................    16
2.7.b.Pemikiran kalam kelompok AHLUSSUNNAH....................................................      17
BAB III PENUTUP
3.Kesimpulan..................................................................................................................      19
Daftar Pustaka......................................................................................................................     20





                                        

BAB I
PENDAHULUAN


1.1.Latar Belakang
Persoalan Iman (aqidah) agaknya merupakan aspek utama dalam ajaran Islam yang didakwahkan oleh Nabi Muhammad. Pentingnnya masalah aqidah ini dalam ajaran Islam tampak jelas pada misi pertama dakwah Nabi ketika berada di Mekkah. Pada periode Mekkah ini, persoalan aqidah memperoleh perhatian yang cukup kuat dibanding persoalan syari’at, sehingga tema sentral dari ayat-ayat al-Quran yang turun selama periode ini adalah ayat-ayat yang menyerukan kepada masalah keimanan.
Berbicara masalah aliran pemikiran dalam Islam berarti berbicara tentang Ilmu Kalam. Kalam secara harfiah berarti “kata-kata”. Kaum teolog Islam berdebat dengan kata-kata dalam mempertahankan pendapat dan pemikirannya sehingga teolog disebut sebagai mutakallim yaitu ahli debat yang pintar mengolah kata. Ilmu kalam juga diartikan sebagai teologi Islam atau ushuluddin, ilmu yang membahas ajaran-ajaran dasar dari agama. Mempelajari teologi akan memberi seseorang keyakinan yang mendasar dan tidak mudah digoyahkan. Munculnya perbedaan antara umat Islam. Perbedaan yang pertama muncul dalam Islam bukanlah masalah teologi melainkan di bidang politik. Akan tetapi perselisihan politik ini, seiring dengan perjalanan waktu, meningkat menjadi persoalan teologi.
Perbedaan teologis di kalangan umat Islam sejak awal memang dapat mengemuka dalam bentuk praktis maupun teoritis. Secara teoritis, perbedaan itu demikian tampak melalui perdebatan aliran-aliran kalam yang muncul tentang berbagai persoalan. Tetapi patut dicatat bahwa perbedaan yang ada umumnya masih sebatas pada aspek filosofis diluar persoalan keesaan Allah, keimanan kepada para rasul, para malaikat, hari akhir dan berbagai ajaran nabi yang tidak mungkin lagi ada peluang untuk memperdebatkannya. Misalnya tentang kekuasaan Allah dan kehendak manusia, kedudukan wahyu dan akal, keadilan Tuhan. Perbedaan itu kemudian memunculkan berbagai macam aliran, yaitu Mu'tazilah, Syiah, Khawarij, Jabariyah dan Qadariyah serta aliran-aliran lainnya.
1.2.Rumusan Masalah
Untuk menjelaskan serta memaparkan tentang aliran-aliran teologi islam,perlu dibuat rumusan masalah,yakni:
1.      Apa pengertian Kelompok Khawarij ? Dan bagaimana pemikiran kalam menurut Kelompok Khawarij ? 
2.      Apa pengertian Kelompok Murji’ah? Dan bagaimana pemikiran ilmu kalam menurut Kelompok Murji’ah ? 
3.      Apa pengertian Kelompok Jabariyah? Dan bagaimana pemikiran kalam menurut k Kelompok Jabariyah ? 
4.      Apa pengertian Kelompok Qodariyah ? Dan bagaimana pemikiran u kalam menurut k Kelompok Qodariyah ? 
5.      Apa pengertian Kelompok Mu’tazilah? Dan bagaimana pemikiran kalam menurut Kelompok Mu’tazilah ? 
6.      Apa pengertian Kelompok Syi’ah? Dan bagaimana pemikiran kalam menurut Kelompok Syi’ah ? 
7.      Apa pengertian Kelompok Ahlussunnah? Dan bagaimana pemikiran kalam menurut  Kelompok Ahlussunnah? 
1.3.Tujuan Penulisan
Tujuan penulisan makalah ini adalah agar pembaca dapat mengerti dan mengetahui tentang aliran aliran teologi dalam islam.Selain itu diharapkan pembaca dapat memahami mana aliran yang sesuai dengan ajaran Nabi Muhammad SAW,Sehingga dalam pengaplikasiannya di kehidupan sehari-hari benar sesuai dengan ajaran islam yang kaffah.Selain itu mempunyai sebuah nilai kebijaksanaan,artinya tidak merasa paling benar dengan menyalahkan paham-paham lainnya.










BAB III
PEMBAHASAN



2.1..a.Kelompok  KHAWARIJ
Aliran Khawarij adalah salahsatu dari tiga aliran awal dalam pemikiran Islam yang muncul pada saat terjadinya pertentangan politik (imamah) antara pengikut Mu’awiyah dan pengikut Ali, yang kemudian berujung dengan digelarnya upaya perdamaian (Majlis Tahkim). Yang dipertentangkan itu adalah tentang siapakah yang berhak menggantikan khalifah setelah khalifah Utsman bin Affan meninggal. Penentangan pasukan ini terhadap ‘Ali diawali ketika ‘Ali menerima tipu muslihat ‘Amr bin Ash untuk mengadakan arbitrase. Dalam keadaan dilema, karena ada yang setuju dan tidak tentang hal ini. Dan terpecahlah pasukan ‘Ali jadi dua kelompok. Kelompok yang menjadi penentang ‘Ali ini memandang bahwa ‘Ali telah berbuat salah dan berdosa. Bukan hanya ‘Ali saja melainkan semua orang yang setuju dengan arbitrase ini yaitu Muawiyah, Amr bin Ash, Musa al-Asy’ari dan lainnya dianggap kafir dan murtad, mereka pantas dibunuh. Karena semboyan mereka “Laa hukma illa lillah” (tiada hukum selain hukum Allah).
Lambat laun kaum khawarij pecah menjadi beberapa sekte. Karena perbedaan dalam konsep kafir, dipandang kafir tidak hanya orang yang menetapkan hukum dengan al-Quran tapi juga yang berbuat dosa besar. Menimbulkan pertanyaan Masihkan mukmin atau sudah kafir karena bertbuat dosa besar itu? Persoalan ini menimbulkan tiga aliran teologi yaitu khawarij, Murji’ah dan Mu’tazilah. Persoalan yang seharusnya sarat akan politik akhirnya membawa pada timbulnya persoalan teologi.
Pandangan kaum khawarij tentang orang berdosa besar masihkan mukmin atau kafir menyebabkan timbulnya berbagai golongan di kalangan khawarij. Kaum Khawarij yang umumnya terdiri dari orang Badawi yang hidup dipadang  pasir tandus sehingga mereka hidup sederhana dalam cara hidup dan pemikiran. Sehingga ajaran-ajaran Islam dalam al-quran dan hadis mereka artikan menurut lafadznya dan harus dilaksanakan sepenuhnya. Iman yang tebal tapi sempit ditambah sikap fanatik menjadikan mereka tidak mentolerir penyimpangan terhadap ajaran Islam walau hanya penyimpangan kecil.
Terjadinya perpecahan dalam beberapa sekte dalam kaum Khawarij, didasarkan perselisihan dalam pemikiran. Menurut al-Syahrastani, mereka terpecah menjadi 18 subsekte dan menurut al-Baghdadi 20 subsekte dan menurut al-‘Asy’ari jumlah subsekte lebih besar lagi.

a.Al-Muhakkimah
Golongan Khawarij asli terdiri dari pengikut ‘Ali pada awalnya disebut al-Muhakkimah. Bagi mereka ‘Ali, Mu’awiyah, Amr bin Ash, Abu Musa al-Asy’ari dan semua orang yang menyetujui arnitrase bersalah dan kafir. Selanjutnya hukum kafir ini diluaskan sehingga yang termasuk didalamnya tiap orang yang berbuat dosa besar seperti zina dan membunuh.
b.Al-Azariqah
Terletak diperbatasan Irak dengan Iran dan menurut al-Baghdadi pengikutnya berjumlah 20 ribu orang. Khalifah yang mereka pilih adalah Nafi’ ibn al-Azraq yang diberi gelar Amir al-Mu’min. Subsekte ini lebih radikal dari al-Muhakkimah, mereka tidak memakai term kafir tapi musyrik. Yang dianggap musyrik disini adalah orang Islam yang tidak sepaham dengan mereka. Bahkan anak dan istri orang yang tak sepaham boleh ditawan dan dijadikan budak atau dibunuh. Menurut paham subsekte ini yang sebenarnya Islam hanyalah mereka, sedang kaum diluar lingkungan mereka disebut kaum musyrik.
c.Al-Najdat
Najdah Ibn ‘Amir al-Hanafi dari Yamamah mulanya ingin bergabung dengan gol. Al-Azariqah. Namun, mereka bertemu pengikut Nafi’ al-Azariqah yang tidak sependapat bahwa orang Azraqi yang tidak mau hijrah ke lingkungannya disebut musyrik. Begitu juga yang tidak setuju tentang boleh dan halal membunuh anak istri orang Islam yang tak sepaham dengan mereka. Sehingga pengikut Najdah dan pengikut Nafi’ yang memisahkan diri bersepakat memilih Najdah Ibn ‘Amir al-Hanafi sebagai Imam mereka.
Mereka berpendapat bahwa orang yang berdosa besar menjadi kafir dan kekal dalam neraka hanya orang yang tak sepaham dengan mereka. Jika pengikutnya melakukan dosa besar akan mendapat siksa tapi bukan di neraka dan kemudian masuk surga. Dosa kecil baginya kan menjadi dosa besar jika dilakukan terus menerus dan akan menjadi musyrik. Mereka berpendapat bahwa yang diwajibkan bagi tiap muslim ialah mengetahui Allah dan RasulNya, haram membunuh orang Islam dan percaya yang diwahyukan Allah kepada RasulNya. Orang Islam disini ialah pengikut Najdah, selain itu tidak diwajibkan mengetahui.
Dalam kalangan Khawarij, golongan inilah yang pertama membawa faham taqiah yaitu merahasiakan dan tidak menyatakan keyakinan untuk keamanan. Jadi seseorang boleh mengucap, melakukan yang menunjukan bahwa secara lahirnya bukan orang Islam, tapi pada hakikatnya tetap menganut Islam. Namun, ada pengikut yang tidak sependapat dengan semua pendapat itu, sehingga mereka memisahkan diri dan melakukan perlawanan.
d.Al-Ajaridah
Mereka adalah pengikut ‘Abd al-karim Ibn ‘Ajrad yang menurut al-Syahrastani merupakan salah satu teman dari ‘Atiah al Hanafi. Kaum ini lebih bersifat lunak karena pemahaman mereka berhijrah bukanlah suatu kewajiban sebagaimana Al-Azariqah dan Al-Najdat tetapi hanya merupakan kebajikan. Disamping itu yang boleh dijadikan rampasan perang hanya harta orang yang telah mati terbunuh dan juga berpendapat bahwa anak kecil tidak bersalah. Dan mereka tidak mengakui Surat Yusuf sebagai bagian dari al-Quran. Golongan ini terpecah menjadi golongan kecil yang lain seperti golongan al-Maimuniah dan al-Hamziah, yang menganut paham qadariah, tetapi golongan al-Hazimiah dan golongan Syu’aibah menganut paham sebaliknya.
e.Al-Sufriah
Pemimpinnya adalah Ziad Ibn Al-Asfar, dalam pemahaman mereka dekat dengan golongan al-Azariqah. mereka berpendapat orang Sufriah yang tidak berhijrah tidak dipandang kafir, dan anak kaum musyrik tidak dibunuh. Dan tidak semua berpendapat bahwa orang yang berbuat dosa besar menjadi musyrik. Daerah golongan Islam yang tak sepaham bukan daerah yang harus diperangi yang diperangi hanya pemerintahannya sedang anak dan perempuan tidak boleh dijadikan tawanan.  Taqiah hanya boleh dalam bentuk perkataan dan tidak dalam perbuatan. Bahkan untuk keamanan dirinya perempuan boleh kawin dengan lelaki kafir.
f.Al-Ibadiah
Golongan ini merupakan golongan yang paling moderat dari kaum Khawarij. Namanya diambil dari ‘Abdullah ibn Ibad tahun 668 M memisahkan diri dari golongan al-Azariqah. Paham moderat ini dilihat dari pemikiran bahwa orang Islam yan tak sepaham bukanlah orang mukmin dan musyrik tapi kafir sehingga boleh diadakan pernikahan, hubunga waris dan haram membunuh mereka. Orang Islam yang berbuat dosa besar adalah muwahhid yang meng-Esakan Tuhan tetapi bukan mukmin dan bukan kafir agama sehingga tidak membuat keluar dari agama Islam. Dalam harta rampasan perang, yang diperbolehkan hanya kuda dan emas sedang perak harus dikembalikan.
Golongan ini tidak mau turut dengan golongan al-Azariqah dalam melawan pemerintahan Dinasti Bani Umayyah, bahkan punya hubungan baik dengan Khalifah ‘Abd al-Malik Ibn Marwan. Perpecahan pemikiran sehingga menghancurkan golongan Khawarij, dan satu-satunya yang masih bertahan sampai saat ini adalah golongan al-Ibadiah.



2.1.b.Pemikiran kalam Kelompok Khawarij
Pemikiran atau doktrin yang dikembangkan Khawarij dapat dikategorikan menjadi dua kategori, yaitu :
1. Politik :
a.Khalifah atau imam harus dipilih secara bebas oleh seluruh umat Islam,
b.Khalifah tidak harus berasal dari keturunan Arab. Dengan demikian setiap orang muslim berhak menjadi khalifah apabila sudah memenuhi syarat.
c.Khalifah dipilih secara permanen selama yang bersangkutan bersikap adil dan menjalankan syariat Islam. Ia harus dijatuhkan bahkan dibunuh kalau melakukan kezaliman.
d.Khalifah sebelum Ali (Abu Bakar, Umar dan Utsman) adalah sah, tetapi setelah tahun ke tujuh dari masa kekhalifahannya, Utsman r.a. dianggap telah menyeleweng.
e.Khalifah Ali adalah sah tetapi setelah terjadi arbitrase (tahkim), ia dianggap telah menyeleweng,
f.Muawiyah dan Amr bin Al-Ash serta Abu Musa Al-Asy’ari juga dianggap menyeleweng dan telah menjadi kafir,
g.Pasukan perang Jamal yang melawan Ali juga kafir.
2. Teologi :
a.Seseorang yang berdosa besar tidak lagi disebut muslim sehingga harus dibunuh. Yang sangat anarkis lagi, mereka menganggap bahwa seorang muslim dapat menjadi kafir apabila ia tidak mau membunuh muslim lain yang telah dianggap kafir dengan resiko ia menanggung beban ia harus dilenyapkan pula.
b.Adanya wa’ad dan wa’id (orang yang baik harus masuk surga sedangkan orang yang jahat harus masuk ke dalam neraka).
Perkembangan selanjutnya, sebagaimana dijelaskan di depan, Khawarij yang mengusung  imamah-khilafah (politik) sebagai doktrin sentral memicu timbulnya doktrin-doktrin teologis lainnya. Khawarij pecah menjadi beberapa sekte baik di dalam Khawarij sendiri maupun dari luar Khawarij dengan kelompok Islam lainnya dikarenakan sikap radikal selalu melekat pada mereka .
2.2.a Kelompok Murji’ah
Permasalahan Politik Ketika terjadi pertikaian antara Ali dan Mu’awiyah, dilakukanlah tahkim (arbitrase) atas usulan Amr bin Ash, seorang kaki tangan Mu’awiyah. Kelompok Ali terpecah menjadi 2 kubu, yang pro dan kontra. Kelompok kontra akhirnya keluar dari Ali yakni Khawarij. Mereka memandang bahwa tahkim bertentangan dengan Al-Qur’an, dengan pengertian, tidak ber-tahkim dengan hukum Allah. Oleh karena itu mereka berpendapat bahwa melakukan tahkim adalah dosa besar, dan pelakunya dapat dihukumi kafir, sama seperti perbuata dosa besar yang lain. Seperti yang telah disebutkan di atas Kaum khawarij, pada mulanya adalah penyokong Ali bin Abi thalib tetapi kemudian berbalik menjadi musuhnya. Karena ada perlawanan ini, pendukung-pendukung yang tetap setia pada Ali bin Abi Thalib bertambah keras dan kuat membelanya dan akhirnya mereka merupakan golongan lain dalam islam yang dikenal dengan nama Syi’ah.
Dalam suasana pertentangan inilah, timbul suatu golongan baru yang ingin bersikap netral tidak mau turut dalam praktek kafir mengkafirkan yang terjadi antara golongan yang bertentangan ini. Bagi mereka sahabat-sahabat yang bertentangan ini merupakan orang-orang yang dapat dipercayai dan tidak keluar dari jalan yang benar. Oleh karena itu mereka tidak mengeluarkan pendapat siapa sebenarnya yang salah, dan lebih baik menunda (arja’a) yang berarti penyelesaian persoalan ini di hari perhitungan di depan Tuhan,Kaum inilah yang disebut kaum Murji’ah.
Kaum Murji’ah digolongkan menjadi dua golongan besar, yaitu Golongan Moderat dan golongan Ekstrim.
1. Golongan Moderat Golongan moderat berpendapat bahwa orang yang berdosa besar bukanlah kafir dan tidak kekal dalam neraka. Tetapi akan dihukum dalam neraka sesuai dengan besarnya dosa yang dilakukannya, dan ada kemungkinan bahwa tuhan akan mengampuni dosanya dan oleh karena itu tidak akan masuk neraka sama sekali.Golongan Murji’ah yang moderat ini termasuk Al-Hasan Ibn Muhammad Ibn ’Ali bin Abi Thalib, Abu Hanifah, Abu Yusuf dan beberapa ahli Hadits. Menurut golongan ini, bahwa orang islam yang berdosa besar masih tetap mukmin.
2. Golongan Murji’ah Ekstrim Adapun yang termasuk ke dalam kelompok ekstrim adalah Al-Jahmiyah, Ash-Shalihiyah, Al-Yunusiyah, Al-Ubaidiyah dan Al-Hasaniyah. Pandangan tiap kelompok ini dapat dijelaskan sebagi berikut:
1. Kelompok Al-Jahmiyah Adapun golongan Murji’ah ekstrim adalah Jahm bin Safwan dan pengikutnya disebut al-Jahmiah. Golongan ini berpendapat bahwa orang Islam yang percaya pada Tuhan, kemudian menyatakan kekufurannya secara lisan, tidaklah menjadi kafir, karena kafir dan iman tempatnya bukan dalam bagian tubuh manusia tetapi dalam hati sanubari. Lebih lanjut mereka mengatakan bahwa orang yang telah menyatakan iman, meskipun menyembah berhala, melaksanakan ajaran-ajaran agama Yahudi degan menyembah berhala atau Kristen degan menyembah salib, menyatakan percaya pada trinitas, kemudian mati, tidaklah menjadi kafir, melainkan tetap mukmin dalam pandangan Allah. Dan orang yang demikian bagi Allah merupakan mukmin yang sempurna imannya .
2. Kelompok Ash-Shalihiyah Bagi kelompok pengikut Abu Al-Hasan Al-Salihi iman adalah megetahui Tuhan dan Kufr adalah tidak tahu pada Tuhan. Dalam pengertian bahwa mereka sembahyang tidaklah ibadah kepada Allah, karena yang disebut ibadat adalah iman kepadanya, dalam arti mengetahui Tuhan.Begitu pula zakat, puasa dan haji bukanlah ibadah melainkan sekedar menggamabarkan kepatuhan.
3. Kelompok Al-Yunusiyah dan Kelompok Al-Ubaidiyah Melontarkan pernyataan bahwa melakukan maksiat atau perbuatan jahat tidaklah merusak iman seseorang. Mati dalam iman, dosa-dosa dan perbuatan-perbuatan jahat yang dikerjakan tidaklah merugikan orang yang bersangkutan. Dalam hal ini, Muqatil bin Sulaiman berpendapat bahwa perbuatan jahat banyak atau sedikit, tidak merusak iman seseorang sebagai musyrik (polytheist).
4. Kelompok Al-Hasaniyah Kelompok ini mengatakan bahwa, ”saya tahu tuhan melarang makan babi, tetapi saya tidak tahu apakah babi yang diharamkan itu adalah kambing ini,” maka orang tersebut tetap mukmin bukan kafir. Begitu pula orang yang mengatakan ”saya tahu Tuhan mewajibkan naik haji ke Ka’bah, tetapi saya tidak tahu apakah Ka’bah di India atau di tempat lain”, orang yang demikian tetap mukmin.
2.2.b.Pemikiran kalam Kelompok Murji’ah
Menurut kaum Murji’ah,untuk mendapatkan pengampunan, manusia hanya cukup dengan menjauhkan diri syirik dan mati dalam keadaan akidah tauhid. Dengan kata lain, kelompok murji’ah memandang bahwa perbuatan atau amal tidaklah sepenting iman, yang kemudian menngkat pada pengertian bahwa, hanyalah imanlah yang penting dan yang menentukan mukmin atau tidak mukminnya seseorang; perbuatan-perbuatan tidak memiliki pengaruh dalam hal ini. Iman letaknya dalam hati seseorang dan tidak diketahui manusia lain; selanjutnya perbuatan-perbuatan manusia tidak menggambarkan apa yang ada dalam hatinya. Oleh karena itu ucapan-ucapan dan perbuatan-perbuatan seseorang tidak mesti mengandung arti bahwa ia tidak memiliki iman. Yang penting ialah iman yang ada dalam hati. Dengan demikian ucapan dan perbuatan- perbuatan tidak merusak iman seseorang.
Sedangkan Harun Nasution menyebutkan ada empat ajaran pokok dalam doktrin teologi Murji’ah yaitu2:
1. Menunda hukuman atas Ali bin Abi Thalib, Mu’awiyah, Amr bn Ash, dan Abu Musa Al-Asy’ ary yang terlibat tahkim dan menyerahkannya kepada Allah di hari kiamat kelak.
2. Menyerahkan keputusan kepada Allah atas orang muslim yang berdosa besar.
3. menyerahkan meletakkan iman dari pada amal.
4.Memberikan pengaharapan kepada muslim yang berdosa besar untuk memperoleh ampunan dan rahmat dari Allah.
Sedangkan doktrin pemikiran Murji’ah yang lain, seperti batasan kufur, para pengikut Murji’ah terpecah menjadi beberapa golongan. Secara garis besar pemikiran dapat dijelaskan menurut kelompok Jahamiyah: bahwa kufur merupakan sesuatu hal yang berkenaan dengan hati ataupun, dimana hati tidak mengenal (jahl) terhadap Allah SWT. Pada golongan yang lainnya, menyatakan bahwa kufur itu merupakan banyak hal yang berkenaan dengan hati ataupun selainnya, misalnya tidak mengenal (jahl) terhadap Allah SWT, membenci dan sombong kepadanya, mendustakan Allah dan rasul-Nya sepenuh hati dan secara lisan, begitu pula membangkang terhadap-Nya, mengingkari-Nya, melawan-Nya, menyepelekan Allah dan dan rasulnya, tidak mengakui Allah itu Esa dan menganggap-Nya lebih dari satu. Karena itu mereka pun menganggap bisa saja terjadi kekufuran tersebut, baik dengan hati maupun lisan, tetapi bukan dengan perbuatan, dan begitupun dengan iman. Mereka beranggapan bahwa seseorang yang membunuh ataupun menyakiti Nabi dengan tidak karena mengingkarinya, tetapi hanya karena membunuh ataupun menyakiti semata, niscaya dia tidaklah disebut kufur. Tetapi, kalau seseorang mengahalalkan sesuatu yang diharamkan Allah, rasul-Nya dan juga orang-orang muslim, niscaya diapun disebut kufur.
2.3.a. Kelompok Jabariyah.
Menurut Harun Nasution Jabariyah adalah paham yang menyebutkan bahwa segala perbuatan manusia telah ditentukan dari semula oleh Qadha dan Qadar Allah. Maksudnya adalah bahwa setiap perbuatan yang dikerjakan manusia tidak berdasarkan kehendak manusia, tapi diciptakan oleh Tuhan dan dengan kehendak-Nya, di sini manusia tidak mempunyai kebebasan dalam berbuat, karena tidak memiliki kemampuan. Ada yang mengistilahlkan bahwa Jabariyah adalah aliran manusia menjadi wayang dan Tuhan sebagai dalangnya.
Adapun mengenai latar belakang lahirnya aliran Jabariyah tidak adanya penjelelasan yang sarih. Abu Zahra menuturkan bahwa paham ini muncul sejak zaman sahabat dan masa Bani Umayyah. Ketika itu para ulama membicarakan tentang masalah Qadar dan kekuasaan manusia ketika berhadapan dengan kekuasaan mutlak Tuhan. Adapaun tokoh yang mendirikan aliran ini menurut Abu Zaharah dan al-Qasimi adalah Jahm bin Safwan, yang bersamaan dengan munculnya aliran Qadariayah.
Jabariah adalah pendapat yang tumbuh dalam masyarakat Islam yang melepaskan diri dari seluruh tanggung jawab. Maka Manusia itu disamakan dengan makluk lain yang sepi dan bebas dari tindakan yang dapat dipertanggungjawabkan. Dengan kata lain, manusia itu diibaratkan benda mati yang hanya bergerak dan digerakkan oleh Allah Pencipta, sesuai dengan apa yang diinginkan-Nya. Dalam soal ini manusia itu dianggap tidak lain melainkan bulu di udara dibawa angin menurut arah yang diinginkan-Nya. Maka manusia itu sunyi dan luput dari ikhtiar untuk memilih apa yang diinginkannya sendiri. Ini dapat diartikan pula bahwa manusia itu akhirnya tidak bersalah dan tidak berdosa, sebab ia hanya digerakkan oleh kekuatan atasan dimana ia tidak lain laksana robot yang mati, tidak berarti.
Pendapat jabariah diterapkan di masa kerajaan Ummayyah(660-750 M). Yakni di masa keadaan keamanan sudah pulih dengan tercapainya perjanjian antara Muawiyah dengan Hasan bin Ali bin Abu Thalib, yang tidak mampu lagi menghadapi kekuatan Muawiyah. Maka Muawiyah mencari jalan untuk memperkuat kedudukannya. Di sini ia bermain politik yang licik. Ia ingin memasukkan di dalam pikiran rakyat jelata bahwa pengangkatannya sebagai kepala negara dan memimpin ummat Islam adalah berdasarkan "Qadha dan Qadar/ketentuan dan keputusan Allah semata" dan tidak ada unsur manusia yang terlibat di dalamnya
2.3.b.Pemikiran kalam Kelompok Jabariyah
Pemikiran-pemikiran menurut kaum jabariyah:
  1. Bahwa manusia tidak mempunyai kebebasan dan ikhtiar apapun, setiap perbuatannya baik yang jahat, buruk atau baik semata Allah semata yang menentukannya. Bahwa Allah tidak mengetahui sesuatu apapun sebelum terjadi.
  2. Iman cukup dalam hati saja tanpa harus dilafadhkan.
  3. Bahwa Allah tidak mempunyai sifat yang sama dengan makhluk ciptaanNya.
  4. Bahwa surga dan neraka tidak kekal, dan akan hancur dan musnah bersama penghuninya, karena yang kekal dan abadi hanyalah Allah semata.
  5. Bahwa Allah tidak dapat dilihat di surga oleh penduduk surga.
  6. Bahwa Alqur'an adalah makhluk dan bukan kalamullah.
  7. Qadha dan Qadar Serta Makna Takdir Allah Menurut Jabariyah
Aliran Jabariyah berpendapat mengatakan segala sesuatu yang terjadi pada manusia atau jagad raya ini meupakan kehendak Allah semata tanpa peran serta sesuatu pun termasuk di dalamnya adalah perbuatan-perbuatan maksiat yang dilakukan oleh manusia. Aliran Jabariyah mengibaratkan bahwa perbuatan manusia tak ubah seperti dedanunan yang bergerak diterpa angin atau dalam ilustrasi yang sangat sederhana bisa dicontohkan bahwa aliran Jabariyah menggambarkan manusia bagaikan robot yang disetir oleh remote kontrol.
Perbuatan, Kehendak Manusia Dengan Qudrat Iradat Allah Menurut Jabariyah. Para Ulama Pengikut aliran Jabariyah, berpendapat bahwa semua perbuatan yang dilakukan oleh manusia merupakan kehendak dan ketetapan Allah. Manusia tidak mempunai peran atas segala perbuatannya. Perbuatan baik dan kejahatan yang dilakukan oleh manusia merupakan Qudrat dan Iradat (kekuasaan atau kehendak) Allah.
2.4.a. Kelompok Qodariyah
Qadariyah berasal dari bahasa Arab, yaitu kata qadara yang artinya kemampuan dan kekuatan. Adapun menurut pengertian terminology, Qadariyah adalah suatu aliran yang percaya bahwa segala tindakan manusia tidak diintervensi oleh Tuhan.aliran ini berpendapat bahwa tiap-tiap orang adalah pencipta bagi segala perbuatannya, ia dapat berbuat sesuatu dan meninggalkannya atas kehendaknya sendiri.
Harun Nasition menegaskan bahwa manusia mempunyai qudrah atau kekuatan untuk melaksanakan kehendaknya, dan bukan berasal dari pengertian bahwa manusia terpaksa tunduk kepada qadar Tuhan.Menurut Ahmad Amin, ada ahli teologi yang mengatakan bahwa qadariyah pertama kali dimunculkan oleh Ma’bad Al-Jauhani dan Ghailan Ad-Dimasqy. Ma’bad adalah seorang taba’I yang dapat dipercaya dan pernah berguru kepada Hasan Al-Bashri.
Ibnu Nabatah dalam kitabnya Syarh Al-Uyun, seperti dikutip Ahmad Amin, memberi informasi lain bahwa yang pertama kali memunculkan faham Qadariyah adalah orang Irak yang semula beragama Kristen kemudian masuk Islam dan balik lagi ke agama Kristen. Dari orang inilah Ma’bad dan Ghailan mengambil faham ini.
2.4.b.Pemikiran kalam Kelompok  Qodariyah
Faham Qadariyah, bukanlah faham yang semata-mata disandarkan kepada akal fikiran saja. Terbukti, mereka banyak menjadikan ayat-ayat al-Qur’an sebagai pijakan dan penafsiran faham mereka, antara lain :
b. QS. Ali Imran: 165!
$£Js9urr& Nä3÷Gu;»|¹r& ×pt7ŠÅÁB ôs% Läêö6|¹r& $pköŽn=÷VÏiB ÷Läêù=è% 4¯Tr& #x»yd ( ö@è% uqèd ô`ÏB ÏYÏã öNä3Å¡àÿRr& 3 ¨bÎ) ©!$# 4n?tã Èe@ä. &äóÓx« ֍ƒÏs% ÇÊÏÎÈ  

165.  Dan Mengapa ketika kamu ditimpa musibah (pada peperangan Uhud), padahal kamu Telah menimpakan kekalahan dua kali lipat kepada musuh-musuhmu (pada peperangan Badar), kamu berkata: “Darimana datangnya (kekalahan) ini?” Katakanlah: “Itu dari (kesalahan) dirimu sendiri”. Sesungguhnya Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu.
c. QS. Ar-Ra’d : 11
¼çms9 ×M»t7Ée)yèãB .`ÏiB Èû÷üt/ Ïm÷ƒytƒ ô`ÏBur ¾ÏmÏÿù=yz ¼çmtRqÝàxÿøts ô`ÏB ̍øBr& «!$# 3 žcÎ) ©!$# Ÿw çŽÉitóム$tB BQöqs)Î/ 4Ó®Lym (#rçŽÉitóム$tB öNÍkŦàÿRr'Î/ 3 !#sŒÎ)ur yŠ#ur& ª!$# 5Qöqs)Î/ #[äþqß Ÿxsù ¨ŠttB ¼çms9 4 $tBur Oßgs9 `ÏiB ¾ÏmÏRrߊ `ÏB @A#ur ÇÊÊÈ  
11.  Bagi manusia ada malaikat-malaikat yang selalu mengikutinya bergiliran, di muka dan di belakangnya, mereka menjaganya atas perintah Allah. Sesungguhnya Allah tidak merobah keadaan sesuatu kaum sehingga mereka merobah keadaan yang ada pada diri mereka sendiri. dan apabila Allah menghendaki keburukan terhadap sesuatu kaum, Maka tak ada yang dapat menolaknya; dan sekali-kali tak ada pelindung bagi mereka selain Dia.
Harun Nasution menjelaskan pendapat Ghailan tentang doktrin Qadariyah bahwa manusia berkuasa atas perbuatan-perbuatanya. Manusia sendirilah yang melakukan baik atas kehendak dan kekuasaannya sendiri dan manusia sendiri pula yang melakukan atau menjauhi perbuatan-perbuatan jahat atas kemauan dan dayanya sendiri.
Dari penjelasan di atas dapat dipahami bahwa pemikiran Qadariyah pada dasarnya menyatakan bahwa segala tingkah laku manusia dilakukan atas kehendakya sendiri. Manusia mempunyai kewenagan untuk melakuakan segala perbuatan atas kehendaknya sendiri, baik berbuat baik maupun berbuat jahat. Oleh karena itu, ia berhak mendapatkan pahala atas kebaikan yang ia lakukan dan juga behak pula memperoleh hukuman atas kejahatan yang diperbuat.
Faham takdir dalam pandangan qadariyah bukanlah dalam pengertian takdir yang umum dipakai oleh bangsa Arab ketika itu, yaitu faham mengatakan bahwa nasib manusia telah ditentukan terlebih dahulu. Dalam perbuatan-perbuatannya, manusia hanya bertindak menurut nasib yang telah ditentukan sejak azali terhdap dirinya. Dalam faham Qadariyah, takdir itu adalah ketentuan Allah yang diciptakan-Nya bagi alan semesta beserta seluruh isinya, sejak azali, yaitu hukum yang dalam istilah Al-quran sunnatullah.
2.5.a. Kelompok Muktazilah
Sejarah munculnya aliran mu’tazilah oleh para kelompok pemuja dan aliran mu’tazilah tersebut muncul di kota Bashrah (Iraq) pada abad ke 2 Hijriyah, tahun 105 – 110 H, tepatnya pada masa pemerintahan khalifah Abdul Malik Bin Marwan dan khalifah Hisyam Bin Abdul Malik. Pelopornya adalah seorang penduduk Bashrah mantan murid Al-Hasan Al-Bashri yang bernama Washil bin Atha’ Al-Makhzumi Al-Ghozzal, kemunculan ini adalah karena Wasil bin Atha' berpendapat bahwa muslim berdosa besar bukan mukmin dan bukan kafir yang berarti ia fasik. Imam Hasan al-Bashri berpendapat mukmin berdosa besar masih berstatus mukmin. Inilah awal kemunculan paham ini dikarenakan perselisihan tersebut antar murid dan Guru, dan akhirnya golongan mu’tazilah pun dinisbahkan kepadanya. Sehingga kelompok Mu’tazilah semakin berkembang dengan sekian banyak sektenya.
Golongan pertama, (disebut Mu’tazilah I) muncul sebagai respon politik murni. Golongan ini tumbuh sebahai kaum netral politik, khususnya dalam arti bersikap lunak dalam menangani pertentangan antara Ali bin Abi Thalib dan lawan-lawannya, terutama Muawiyah, Aisyah, dan Abdullah bin Zubair. Menurut penulis, golongan inilah yang mula-mula disebut kaum Mu’tazilah karena mereka menjauhkan diri dari pertikaian masalah khilafah. Kelompok ini bersifat netral politik tanpa stigma teologis seperti yang ada pada kaum Mu’tazilah yang tumbuh dikemudian hari.Golongan kedua, (disebut Mu’tazilah II) muncul sebagai respon persoalan teologis yang berkembang di kalangan Khawarij dan Mur’jiah akibat adanya peristiwa tahkim. Golongan ini muncul karena mereka berbeda pendapat dengan golongan Khawarij dan Mur’jiah tentang pemberian status kafir kepada yang berbuat dosa besar. Mu’tazilah II inilah yang akan dikaji dalam bab ini yang sejarah kemunculannya memiliki banyak versi
2.5.b.Pemikiran Kalam Kelompok Muktazilah
Ada beberapa ajaran yang di ajarkan oleh golongan Mu’tazilah yaitu misalnya: Al – ‘adl (Keadilan). Yang mereka maksud dengan keadilan adalah keyakinan bahwasanya kebaikan itu datang dari Allah, sedangkan. Dalilnya kejelekan datang dari makhluk dan di luar kehendak (masyi’ah) Allah adalah firman Allah : “Dan Allah tidak suka terhadap kerusakan.” (Al-Baqarah: 205) “Dan Dia tidak meridhai kekafiran bagi hamba-Nya”. (Az-Zumar:7) Menurut mereka kesukaan dan keinginan merupakan kesatuan yang tidak bisa dipisahkan. Sehingga mustahil bila Allah tidak suka terhadap kejelekan, kemudian menghendaki atau menginginkan untuk terjadi (mentaqdirkannya) oleh karena itu merekan menamakan diri mereka dengan nama Ahlul ‘Adl atau Al – ‘Adliyyah. Al-Wa’du Wal-Wa’id. Yang mereka maksud dengan landasan ini adalah bahwa wajib bagi Allah untuk memenuhi janji-Nya (al-wa’d) bagi pelaku kebaikan agar dimasukkan ke dalam Al-Jannah, dan melaksanakan ancaman-Nya (al-wa’id) bagi pelaku dosa besar (walaupun di bawah syirik) agar dimasukkan ke dalam An-Naar, kekal abadi di dalamnya, dan tidak boleh bagi Allah untuk menyelisihinya.Karena inilah mereka disebut dengan Wa’idiyyah. Kaum mu'tazilah adalah golongan yang membawa persoalan-persoalan teologi yang lebih mendalam dan bersifat filosofis daripada persoalan-persoalan yang dibawa kaum khawarij dan murji'ah. dalam pembahasan , mereka banyak memakai akal sehingga mereka mendapat nama "kaum rasionalis Islam".
Aliran mu'tazilah merupakan aliran teologi Islam yang terbesar dan tertua, aliran ini telah memainkan peranan penting dalam sejarah pemikiran dunia Islam. Orang yang ingin mempelajari filsafat Islam sesungguhnya dan yang berhubungan dengan agama dan sejarah Islam, haruslah menggali buku-buku yang dikarang oleh orang-orang mu'tazilah, bukan oleh mereka yang lazim disebut filosof-filosof Islam. Aliran Mu'tazilah lahir kurang lebih pada permulaan abad pertama hijrah di kota Basrah (Irak), pusat ilmu dan peradaan dikala itu, tempat peraduaan aneka kebudayaan asing dan pertemuan bermacam-macam agama. Pada waktu itu banyak orang-orang yang menghancurkan Islam dari segi aqidah, baik mereka yang menamakan dirinya Islam maupun tidak.
Dalam Kitab al-Milal wan Nihal, pembahasan masalah Qadariyah disatukan dengan pembahasan doktrin-doktrin Mu’tazilah, sehingga perbedaan kedua aliran ini tidak begitu jelas. Ahmad Amin juga menjelaskna bahwa doktrin Qadar lebih luas dikupas oleh kalangan Mu’tazilah, sebab faham ini juga menjadikan salah satu doktrin Mu’tazilah. Kedua aliran ini sama-sama percaya bahwa manusia mempunyai kemampuan untuk mewujudkan tindakan tanpa campur tangan Tuhan.
2.6.a. Kelompok Syi’ah
Syi’ah merupakan kelompok muslim pengikut Ali bin Abi Thalib dan penyokongnya. Mereka berpendapat bahwa penggantian Nabi Muhammad Saw dalam bidang pemerintahan adalah hak istimewa kalangan keluarga Nabi Muhammad Saw. Dalam bidang pengetahuan dan kebudayaan Islam, mereka adalah pengikut madzhab-madzhab ahlu al-bait (madzhab-madzhab keluarga Nabi Muhammad Saw). Jadi dapat dipahami bahwa Syi’ah adalah pengikut atau orang yang sangat loyal terhadap Ali bin Abi Thalib atau ahlul al-Bait .
Firqah ini tumbuh tatkala muncul seorang Yahudi mendakwakan dirinya sudah masuk Islam, namanya Abdullah bin Saba’. Al Baghdadi berkata: adalah ia (Abdullah bin Saba’) anak orang berkulit hitam, asal usulnya adalah orang Yahudi dari penduduk Hirah (Yaman), lalu mengumumkan keislamannya, dan menginginkan agar ia mempunyai kerinduan dan kedudukan di sisi penduduk negeri Kuffah, dan ia juga menyebutkan kepada mereka, bahwasanya ia membaca di Taurat, bahwa sesungguhnya bagi tiap-tiap nabi punya orang yang diwasiatkan, dan sesungguhnya Ali adalah orang yang diwasiatkan Muhammad Saw. Syi’ah secara etimologi bahasa berarti pengikut, sekte dan golongan seseorang. Adapun menurut terminologi syariat bermakna: Mereka yang berkedok dengan slogan kecintaan kepada Ali bin Abi Thalib beserta anak cucunya bahwasanya Ali bin Abi Thalib ra. lebih utama dari seluruh shahabat dan lebih berhak untuk memegang tampuk kepemimpinan kaum muslimin, demikian pula anak cucu sepeninggal beliau.
Sedang dalam istilah syara’, Syi’ah adalah suatu aliran yang timbul sejak masa pemerintahan Utsman bin Affan yang dipimpin oleh Abdullah bin Saba’ Al-Himyari. Abdullah bin Saba’ mengenalkan ajarannya secara terang-terangan dan menggalang massa untuk memproklamasikan bahwa kepemimpinan (imamah) sesudah Nabi Muhammad Saw. seharusnya jatuh ke tangan Ali bin Abi Thalib ra. karena suatu nash (teks) Nabi Saw. Menurut Abdullah bin Saba’, Khalifah Abu Bakar , Umar dan Utsman telah mengambil alih kedudukan tersebut. Dalam Majmu’ Fatawa, 4/435, Abdullah bin Saba’ menampakkan sikap ekstrem di dalam memuliakan Ali, dengan suatu slogan bahwa Ali yang berhak menjadi imam (khalifah) dan ia adalah seorang yang ma’shum (terjaga dari segala dosa). Keyakinan itu berkembang terus-menerus dari waktu ke waktu, sampai kepada menuhankan Ali bin Abi Thalib r.a. Berhubung hal itu suatu kebohongan, maka diambil suatu tindakan oleh Ali bin Abi Thalib r.a., yaitu mereka dibakar, lalu sebagian dari mereka melarikan diri ke Madain.
Pada periode abad pertama Hijriah, aliran Syi’ah belum menjelma menjadi aliran yang solid. Barulah pada abad kedua Hijriah, perkembangan Syi’ah sangat pesat bahkan mulai menjadi mainstream tersendiri. Pada waktu-waktu berikutnya, Syi’ah bahkan menjadi semacam keyakinan yang menjadi trend di kalangan generasi muda Islam: mengklaim menjadi tokoh pembaharu Islam, namun banyak dari pemikiran dan prinsip dasar keyakinan ini yang tidak sejalan dengan Islam itu sendiri. Perkembangan Syi’ah bertahun-tahun lamanya gerakan Syi’ah hanya berputar di Iran, rumah dan kiblat utama Syi’ah. Namun sejak tahun 1979, persis ketika revolusi Iran meletus dan negeri ini dipimpin oleh Ayatullah Khomeini dengan cara menumbangkan rezim Syah Reza Pahlevi, Syi’ah merembes ke berbagai penjuru dunia. Kelompok-kelompok yang mengarah kepada gerakan Syi’ah seperti yang terjadi di Iran, marak dan muncul di mana-mana.
2.6.b.Pemikiran kalam Kelompok Syi’ah
 Pemikiran Islam Syi’ah yang paling mendominasi adalah tentang imamah-khilafah (politik). Kaum Syi’ah berpendapat bahwa kekhalifahan imamahnya berdasarkan pengangkatan, baik secara terbuka maupun tersembunyi. Mereka juga berpendapat, bahwa imamah, sepeninggal Ali, hanyalah berada di tangan keluarga Ali, kalaulah imamah itu jatuh ke tangan selain keluarganya, itu mungkin karena kesalahan yang dilakukan oleh sebagian mereka atau karena adanya penggelapan hak keimanan yang sah. Bagi mereka, imamah bukanlah perkara sipil yang disahkan melalui kehendak rakyat, tetapi merupakan perkara yang fundamental dan merupakan suatu unsur agama yang pokok.
Pada intinya, pemikiran-pemikiran Syi’ah, setidaknya ada tiga poin :
1.Yang berhak menjadi imam, yakni pemimpin masyarakat Islam baik dalam urusan keagamaan maupun urusan kenegaraan, harus menjadi hak waris bagi keluarga Nabi yakni Ali bin Abi Thalib dan anak cucunya.
2.Imam itu hanya sah apabila mendapat nash atau diangkat oleh Nabi sendiri dan kemudian oleh imam-imam sesudahnya secara berurutan.
3.Setiap imam yang diangkat itu adalah ma’shum, akan terpelihara dari dosa  serta menerima anugerah keistimewaan-keistimewaan.
Di samping orang-orang yang berpandangan bahwa keturunan Ali bin Abi Thalib dan Fatimah saja yang berhak untuk menjadi imam kaum muslimin, terdapat pula pandangan yang menyebutkan bahwa yang berhak menjadi imam bukan hanya keturunan Ali bin Abi Thalib dan Fatimah az-Zahra (w. 12 H/633 M), tetapi asalkan dia keturunan Ali bin Abi Thalib ia berhak menjadi Imam. Oleh sebab itu, kelompok ini memandang bahwa anak keturunan Ali bin Abi Thalib yang lahir dari perkawinan dengan siapapun berhak menjadi imam. Kelompok pertama disebut dengan Syiah Imamiah dan kelompok yang kedua disebut Syiah Kaisaniah. Kelompok Kaisaniah disebut demikian, karena dinisbahkan kepada Kaisan, salah seorang dari budak sahaya Ali bin Abi Thalib. Kelompok Syiah Kaisan berpendapat bahwa imam mereka setelah kematian Ali bin Abi Thalib ialah Muhammad bin Hanafiyah, putra Ali bin Abi Thalib dari perkawinannya dengan perempuan suku Bani Hanifah. Muhammad bin Hanafiyah mereka pandang sebagai imam Mahdi yang ditunggu (imam yang ditunggu kedatangannya di akhir zaman yang membawa keadilan dan kebenaran), sebelum lahir imam Mahdi-imam Mahdi yang lain.
2.7.a.Kelompok Ahlussunnah
ASWAJA  adalah kepanjangan kata dari “ Ahlussunnah waljamaah”. Ahlussunnah berarti orang-orang yang menganut atau mengikuti sunnah Nabi Muhammad SAW, dan  waljamaah berarti mayoritas umat atau mayoritas sahabat Nabi Muhammad SAW. Jadi definisi Ahlussunnah waljamaah yaitu; “ Orang-orang yang mengikuti sunnah Nabi Muhammad SAW dan mayoritas sahabat ( maa ana alaihi wa ashhabi ), baik di dalam syariat (hukum Islam) maupun akidah dan tasawuf”.
Penggunaan istilah ahlussunnah waljamaah semakin popular setelah munculnya Abu Hasan Al-Asy’ari (260-324H/873-935M) dan Abu Manshur Al-Maturidi (w. 944 M), yang melahirkan aliran “Al-Asy’aryah dan Al-Maturidyah” di bidang teologi. Sebagai ‘perlawanan’ terhadap aliran muktazilah yang menjadi aliran resmi pemerintah waktu itu. Teori Asy’ariyah  lebih mendahulukan  naql ( teks qu’an hadits)  daripada aql ( penalaran rasional). Dengan demikian bila dikatakan ahlussunnah waljamaah pada waktu itu, maka yang dimaksudkan adalah penganut paham asy’ariyah atau al-Maturidyah dibidang teologi. Dalam hubungan ini ahlussunnah waljamaah dibedakan dari Muktazilah, Qadariyah, Syiah, Khawarij,  dan aliran-aliran lain. Dari aliran ahlussunnah waljamaah atau disebut aliran sunni dibidang teologi kemudian juga berkembang dalam bidang lain yang menjadi cirri khas aliran ini, baik dibidang  fiqh dan tasawuf. sehingga menjadi istilah, jika disebut  akidah sunni  (ahlussunnah waljamaah) yang dimaksud adalah pengikut Asy’aryah dan Maturidyah. Atau Fiqh Sunni,  yaitu pengikut madzhab yang empat ( Hanafi, Maliki, Syafi’I dan Hanbali). Yang menggunakan rujukan alqur’an, al-hadits, ijma’ dan qiyas. Atau juga   Tasawuf Sunni,  yang dimaksud adalah pengikut metode tasawuf Abu Qashim Abdul Karim al-Qusyairi, Imam Al-Hawi, Imam Al-Ghazali dan Imam Junaid al-Baghdadi. Yang memadukan antara syari’at, hakikat dan makrifaat.
2.7.b.Pemikiran Kalam KelompokAhlussunnah
Secara global inti dari pemikiran ahlussunnah adalah sama,baik asy-ariyah maupun maturidiyah yakni:
1.     Menempatkan Al-Qur’an dan hadits sebagai sumber inspirasi akidah dan sebagai bahan argumentasi atas segala macam bantahan yang datang. Maka dapat diartikan, bahwa AL-Qur’an maupun Hadits sebagai dasar metodologi berhujjah Ahlus Sunnah wal Jama’ah .
2.     Meletakkan tekstual nash (Dhawahur An Nushus) yang masih mungkin membutuhkan interpretasi dan masuk dalam kategori tasybih, tanpa harus dipaksakan masuk dalam tasybih secara murni. Dalam hal ini mempunyai dampak atau konsekuensi logis, bahwa ia tidak bisa lepas dari sebuah pemahaman kalau Allah mempunyai wajah, akan tetapi sangat berbeda dengan wajah semua mahkluk-Nya. Demikian pula mempunyai tangan yang tidak sama dengan tangan makhluk-nya.
3.     Memperbolehkan berhujjah dalam hal akidah, meskipun bersumber dari hadits-hadits ahad. Sebagai bukti, bahwa sebenarnya hadits ahad pun sah-sah saja sebagai pedoman. Secara tegas ia menjelaskan, betapa banyak hadits-hadits ahad yang dijadikan rujuan akidah (tentunya hadits ahad yang sahih).
Jadi Asy’ariyah dan Maturidiyah, keduanya sama-sama kembali ke manhaj Salafus Saleh, (mengikuti faham Imam Malik dan Imam Ahmad bin Hanbal) mendasarkan pada nash Al-Qur’an dan Hadits, beriman kepada semua ayat-ayat mutasyabih dan sifat khabariyah tanpa terlalu jauh menta’wilkannya. Keduanya sama-sama menentang aliran Mu’tazilah yang ultra rasionalis-liberalis dan keduanya juga menentang aliran Musyabbihah-Mujasimah yang ultra tekstualis-literalis sehingga jatuh pada anthropomorpisme (menyerupakan Allah dengan keadaan makhluk, seperti mempunyai anggota tubuh (jism), duduk, datang, melempar dsb).



























BAB III
PENUTUP


3.1.KESIMPULAN
Persoalan akidah merupakan sebuah pesoalan yang sangatlah penting.Sebab akidah menentukan dalam pengaplikasian amalan agama dalam kehidupan.Dari uraian diatas,setidaknya kita bisa tahu tentang pemikiran kalam yang insyaallah benar dan sesuai dengan apa yang telah di ajarkan beliau Rasulullah SAW,yakni Ahlussunnah,yang beroedoman pada Al-Qur’an dan Hadits,serta ijma’dan qiyas.Namun meskipun kita berada pada suatu kelompok yang dianggap benar,namun kita tetap tidak boleh merasa paling benar dan menyalahkan yang lain.Sebagai generasi sekarang tentu sulit bagi kita untuk mengamalkan islam secara kaffah,Sebab kita tidak tahu beliau Rasulullah SAW secara langsung.Namun setidaknya kitaa telah berusaha untuk mengamalkan apa yang diajarkan beliau melalui perantara ulama’-ulama’.Semoga kita termasuk golongan orang-orang yang beruntung,amin ya robbal’alamiin.

















DAFTAR PUSTAKA


·         Rozak, Abdul, Anwar, Rosihon, Ilmu Kalam, , CV Pustaka Setia, Bandung, 2007
·         Muchtar Ghazali, Adeng, Perkembangan Ilmu Kalam dari Klasik Hingga Modern, CV Pustaka Setia, Bandung, 2005
·         Anwar, Rosihan, Ilmu Kalam, (Bandung: Puskata Setia, 2006), cet ke-2
·         Daudy, Ahmad, Kuliah Ilmu Kalam, (Jakarta: Bulan Bintang, 1997)
·         Nasution, Harun, Teologi Islam: Aliran-aliran Sejarah Analisa Perbandingan, (Jakarta: UI-Press, 1986), cet ke-5
·         Nata, Abudin, Ilmu Kalam, Filsafat dan Tasawuf, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1998)
·         http ://.www. ihwansalafy.wordpress.com




2 komentar: