Entri Populer

Jumat, 23 Maret 2012

makalah fiqih:syirkah


MAKALAH FIKIH
SYIRKAH




Makalah disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah
Fikih yang diampu
Oleh Hamka Hakim L.c




Disusun Oleh :
Nama:Syamsu Muzakki
Semester : 2 A


SEKOLAH TINGGI  ILMU TARBIYAH NAHDLATUL ULAMA PACITAN
Jl.Brigjend. S Parman no.44B(0357)885635  PACITAN
2011/2012
KATA PENGANTAR

Segala puji bagi ALLAH Tuhan semesta alam,dalam waktu yang relatif singkat,makalah yang berjudul “Syirkah” terselesaikan dengan baik.
Adanya makalah ini tentu saja melibatkan bantuan dari berbagai pihak.Untuk itu,kami ucapkan terimakasih kepada:
   1.Orang tua yang telah mendo’akan,membimbing,dan memberikan motivasi agar kami senantiasa rajin dalam menuntut ilmu.
   2. Drs. Hamka Hakim L.c, sebagai dosen pengampu mata kuliah Fikih II yang telah memberikan tugas dan memberikan arahan.
   3.Sahabat – sahabat yang telah membantu menyelesaikan tugas ini.
Penulisan makalah ini masih jauh dari kesempurnaan.Oleh karena itu,kritik dan saran yang membangun dari pembaca senantiasa diharapkan.Semoga makalah ini bermanfaat bagi penulis khususnya dan bagi pembaca pada umumnya.Mohon maaf  jika terjadi salah penulisan pada makalah ini.





Penyusun








DAFTAR ISI

Halaman Judul.....................................................................................................................      i
Kata Pengantar...................................................................................................................       ii       
Daftar Isi..............................................................................................................................     iii
BAB I PENDAHULUAN
1.1.Latar Belakang..........................................................................................................     1
1.2.Rumusan Masalah.....................................................................................................      1
1.3.Tujuan pembahasan..................................................................................................      1
BAB II PEMBAHASAN
2.1. Pengertian syirkah....................................................................................................     2       
2.2. Landasan Hukum Syirkah........................................................................................     4
2.3. Syarat dan Rukun Syirkah.......................................................................................      6
2.4.Pembagian Syirkah...................................................................................................      7
2.5.Mengakhiri Syirkah..................................................................................................      11
BAB III PENUTUP
3.Kesimpulan..................................................................................................................      13
Daftar Pustaka......................................................................................................................     14









BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang Masalah
Dalam upaya memenuhi kebutuhan kehidupan sehari-hari, manusia tidak akan terlepasdari hubungan terhadap sesama manusia. Tanpa hubungan dengan orang lain, tidak mungkin berbagai kebutuhan hidup dapat terpenuhi.Terkait dengan hal ini maka perlu diciptakan suasana yang baik terhadap sesama manusia. Hal ini dapat dilakukan dengan cara mengadakan akad syirkah dengan pihak lain.Di sini dipaparkan berbagai macam definisi dan teori-teori tentang Syirkah.
1.2. Rumusan masalah
Agar dalam penulisan makalah ini dapat terkonsentrasi,dan tidak melebar kemana-mana diperlukan rumusan masalah.
1.Apa pengertian syirkah itu?
2.Apa landasan hukum syirkah?
3.Apa saja syarat dan rukun syirkah?
4.Dan apa saja macam-macam syirkah?
5.Dan bilamana syirkah bisa dikatakan batal?
1.3. Tujuan Penulisan
Makalah ini ditulis bertujuan agar pembaca mengetahui tentang syirkah.Bagaimana syirkah yang benar,dan mengimplikasikanya dalam kehidupan sehari-hari.










BAB II
PEMBAHASAN

2.1.Pengertian syirkah
Syirkah menurut bahasa berarti percampuran. Sedangkan menurut istilah syirkah berarti kerja sama antara dua orang atau lebih dalam berusaha yang keuntungan dan kerugiannya ditanggung bersama. Syirkah menurut bahasa adalah al-ikhtilath yang artinya campur atau percampuran. Demikian dinyatakan oleh Taqyuddin. Maksud percampuran di sini ialah seseorang mencampurkan hartanya dengan harta orang lain sehingga tidak mungkin untuk dibedakan. Kata syirkah dalam bahasa Arab berasal dari kata syarika (fi’il mâdhi), yasyraku (fi’il mudhâri’), syarikan/syirkatan/syarikatan (mashdar/kata dasar); artinya menjadi sekutu atau serikat (Kamus Al-Munawwir, hlm. 765).
Kata dasarnya boleh dibaca syirkah, boleh juga dibaca syarikah. Akan tetapi, menurut Al-Jaziri dalam Al-Fiqh ‘alâ al-Madzâhib al-Arba’ah, 3/58, dibaca syirkah lebih fasih (afshah).Menurut istilah, yang dimaksud dengan syirkah, para fuqaha’ berbeda pendapat sebagai berikut:
a. Menurut Sayyid Sabiq, yang dimaksud dengan syirkah ialah:
عَقْدٌبَيْنَ الْمُتَشَارِ كَيْنَ فِى رَأْسِ الْمَالِ وَالرَّبْحِ
Artinya: “akad antara dua orang berserikat pada pokok harta (modal) dan keuntungan”.
b. Menurut Muhammad al-Syarbini al-Khatib, yang dimaksud dengan syirkah ialah:
ثُبُوْتُ الْحَقِّ لاِثْنَيْنِ فَأَكْثَرَ عَلَى جِهَةِ الشُّيُوْعِ
Artinya: “ketetapan hak pada sesuatu untuk dua orang atau lebih dengan cara yang masyhur (diketahui)”.
c .Menurut Syihab al-Din al-Qalyubi wa Umaira, yang dimaksud dengan syirkah ialah:
ثُبُوْتُ الْحَقِّ لاِثْنَيْنِ فَأَكْثَرَ
Artinya: “ketetapan hak pada sesuatu untuk dua orang atau lebih”.
d. Menurut Imam Taqyuddin Abi Bakr Ibn Muhammad al-Husaini, yang dimaksud dengan syirkah ialah:
عِبَارَةِ عَنْ ثُبُوْتِ الْحَقَّ فِى الشَّيْئِ الْوَاحِدِ لشَخْصَيْنِ فَصَاعِدًا عَلَى جِهَةِ الشُّيُوْعِ
ibarat penetapan suatu hak pada sesuatu yang satu untuk dua orang atau lebih dengan cara yang telah diketahui”.
e .Menurut Hasbi Ash-Shiddieqie, bahwa yang dimaksud dengan syirkah ialah:
عَفْدٌ بَيْنَ شَخْصَيْنِ فَأَكْثَرَ عَلَى التَّعَاوُنِ فِى عَمَلٍ اِكْتِسَابِىٍّ وَاقْتِسَامِ اَرْبَاحِهِ
akad yang berlaku antara dua orang atau lebih untuk ta’awaun dalam bekerja pada suatu usaha dan membagi keuntungannya”.
 Idris Ahmad menyebutkan syirkah sama dengan syarikat dagang, yakni dua orang atau lebih sama-sama berjanji akan bekerjasama dalam dagang dengan menyerahkan modal masing-masing, dimana keuntungan dan kerugiannya diperhitungkan menurut besar kecilnya modal masing-masing.
Setelah diketahui definisi-definisi syirkah menurut para ulama, kiranya dapat dipahami bahwa yang dimaksud dengan syirkah adalah kerjasama antara dua orang atau lebih dalam berusaha, yang keuntungan dan kerugiannya ditanggung bersama.
Adapun yang dijadikan dasar hukum syirkah oleh para ulama adalah sebuah hadis yang diriwayatkan oleh Abu Dawud dari Abi Hurairah dari Nabi SAW bersabda;
َنَا ثَالِثُ الشَّرِيْكَيْنِ مَالَمْ يَخُنْ اَحَدُهُمَا صَاحِبَهُ فَإِذَا خَانَهُ خَرَجْتُ مِنْ بَيْنِهِمَا
aku jadi yang ketiga antara dua orang yang berserikat selama yang satu tidak khianat kepada yang lainnya, apabila yang satu berkhianat kepada pihak yang lain, maka keluarlah aku darinya”.
2.2.Landasan hukum syirkah
- Al-Qur’an surat Shaad ayat 24
$ tA$s% ôs)s9 y7yJn=sß ÉA#xsÝ¡Î0 y7ÏGyf÷ètR 4n<Î) ¾ÏmÅ_$yèÏR ( ¨bÎ)ur #ZŽÏVx. z`ÏiB Ïä!$sÜn=èƒø:$# Éóö6us9 öNåkÝÕ÷èt/ 4n?tã CÙ÷èt/ žwÎ) tûïÏ%©!$# (#qãZtB#uä (#qè=ÏJtãur ÏM»ysÎ=»¢Á9$# ×@Î=s%ur $¨B öNèd 3 £`sßur ߊ¼ãr#yŠ $yJ¯Rr& çm»¨YtGsù txÿøótGó$$sù ¼çm­/u §yzur $YèÏ.#u z>$tRr&ur ) ÇËÍÈ  
24. Daud berkata: "Sesungguhnya Dia telah berbuat zalim kepadamu dengan meminta kambingmu itu untuk ditambahkan kepada kambingnya. dan Sesungguhnya kebanyakan dari orang-orang yang berserikat itu sebahagian mereka berbuat zalim kepada sebahagian yang lain, kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal yang saleh; dan Amat sedikitlah mereka ini". dan Daud mengetahui bahwa Kami mengujinya; Maka ia meminta ampun kepada Tuhannya lalu menyungkur sujud dan bertaubat.
- Al-Qur’an surat An-Nisa’ ayat 12
* öNà6s9ur ß#óÁÏR $tB x8ts? öNà6ã_ºurør& bÎ) óO©9 `ä3tƒ £`ßg©9 Ó$s!ur 4 bÎ*sù tb$Ÿ2  Æßgs9 Ó$s!ur ãNà6n=sù ßìç/9$# $£JÏB z`ò2ts? 4 .`ÏB Ï÷èt/ 7p§Ï¹ur šúüϹqム!$ygÎ/ ÷rr& &úøïyŠ 4  Æßgs9ur ßìç/9$# $£JÏB óOçFø.ts? bÎ) öN©9 `à6tƒ öNä3©9 Ós9ur 4 bÎ*sù tb$Ÿ2 öNà6s9 Ó$s!ur £`ßgn=sù ß`ßJV9$# $£JÏB Läêò2ts? 4 .`ÏiB Ï÷èt/ 7p§Ï¹ur šcqß¹qè? !$ygÎ/ ÷rr& &ûøïyŠ 3 bÎ)ur šc%x. ×@ã_u ß^uqム»'s#»n=Ÿ2 Írr& ×or&tøB$# ÿ¼ã&s!ur îˆr& ÷rr& ×M÷zé& Èe@ä3Î=sù 7Ïnºur $yJßg÷YÏiB â¨ß¡9$# 4 bÎ*sù (#þqçR%Ÿ2 uŽsYò2r& `ÏB y7Ï9ºsŒ ôMßgsù âä!%Ÿ2uŽà° Îû Ï]è=W9$# 4 .`ÏB Ï÷èt/ 7p§Ï¹ur 4Ó|»qム!$pkÍ5 ÷rr& AûøïyŠ uŽöxî 9h!$ŸÒãB 4 Zp§Ï¹ur z`ÏiB «!$# 3 ª!$#ur íOŠÎ=tæ ÒOŠÎ=ym ÇÊËÈ  
12. dan bagimu (suami-suami) seperdua dari harta yang ditinggalkan oleh isteri-isterimu, jika mereka tidak mempunyai anak. jika isteri-isterimu itu mempunyai anak, Maka kamu mendapat seperempat dari harta yang ditinggalkannya sesudah dipenuhi wasiat yang mereka buat atau (dan) seduah dibayar hutangnya. Para isteri memperoleh seperempat harta yang kamu tinggalkan jika kamu tidak mempunyai anak. jika kamu mempunyai anak, Maka Para isteri memperoleh seperdelapan dari harta yang kamu tinggalkan sesudah dipenuhi wasiat yang kamu buat atau (dan) sesudah dibayar hutang-hutangmu. jika seseorang mati, baik laki-laki maupun perempuan yang tidak meninggalkan ayah dan tidak meninggalkan anak, tetapi mempunyai seorang saudara laki-laki (seibu saja) atau seorang saudara perempuan (seibu saja), Maka bagi masing-masing dari kedua jenis saudara itu seperenam harta. tetapi jika saudara-saudara seibu itu lebih dari seorang, Maka mereka bersekutu dalam yang sepertiga itu, sesudah dipenuhi wasiat yang dibuat olehnya atau sesudah dibayar hutangnya dengan tidak memberi mudharat (kepada ahli waris)[274]. (Allah menetapkan yang demikian itu sebagai) syari'at yang benar-benar dari Allah, dan Allah Maha mengetahui lagi Maha Penyantun.

[274] Memberi mudharat kepada waris itu ialah tindakan-tindakan seperti: a. Mewasiatkan lebih dari sepertiga harta pusaka. b. Berwasiat dengan maksud mengurangi harta warisan. Sekalipun kurang dari sepertiga bila ada niat mengurangi hak waris, juga tidak diperbolehkan.

- Nabi SAW bersabda;
َنَا ثَالِثُ الشَّرِيْكَيْنِ مَالَمْ يَخُنْ اَحَدُهُمَا صَاحِبَهُ فَإِذَا خَانَهُ خَرَجْتُ مِنْ بَيْنِهِمَا
aku jadi yang ketiga antara dua orang yang berserikat selama yang satu tidak khianat kepada yang lainnya, apabila yang satu berkhianat kepada pihak yang lain, maka keluarlah aku darinya”.

Hadits Dari Saib ra bahwa ia berkata kepada Nabi saw, “Engkau pernah menjadi kongsiku pada (zaman) jahiliyah, (ketika itu) engkau adalah kongsiku yang paling baik. Engkau tidak menyelisihku, dan tidak berbantah-bantahan denganku.” (Shahih: Shahih Ibnu Majah no: 1853 dan Ibnu Majah II: 768 no: 2287

2.3.SYARAT dan RUKUN SYIRKAH
Syarat-syarat yang berhubungan dengan syirkah menurut hanafiyah dibagi menjadi empat bagian yaitu:
1)      Sesuatu yang bertalian dengan semua bentuk syirkah baik dengan harta maupun dengan yang lainnya. Dalam hal ini terdapat dua syarat, yaitu:
a) yang berkenaan dengan benda yang diakadkan adalah harus dapat diterima sebagai perwakilan,
 b) yang berkenaan dengan keuntungan, yaitu pembagian keuntungan harus jelas dan dapat diketahui dua pihak, misalnya setengah, sepertiga dan yang lainnya.
2)      Sesuatu yang bertalian dengan syirkah mal (harta), dalam hal ini terdapat dua perkara yang harus dipenuhi yaitu:
a) bahwa modal yang dijadikan objek akad syirkah adalah dari alat pembayaran (nuqud), seperti junaih, riyal, dan rupiah,
b) yang dijadikan modal (harta pokok) ada ketika akad syirkah dilakukan, baik jumlahnya sama atau berbeda.
3)      Sesuatu yang bertalian dengan syarikat mufawadhah, bahwa dalam mufawadhah disyaratkan:
 a) modal dalam syirkah mufawadhah harus sama,
 b) bagi yang bersyirkah ahli untuk kafalah,
c) bagi yang dijadikan objek akad disyaratkan syirkah umum, yakni pada semua macam jual beli atau perdagangan.
4)      Adapun syarat yang bertalian dengan syirkah inan sama dengan syarat-syarat syirkah mufawadhah.
Menurut malikiyah syarat-syarat yang bertalian dengan orang yang melakukan akad ialah merdeka, baligh, dan pintar (rusyd).
Syafi’iyah berpendapat bahwa syirkah yang sah hukumnya hanyalah syirkah ‘inan, sedangkan syirkah yang lainnya batal.
Dijelaskan pula oleh abd al-rahman al-jaziri bahwa rukun syirkah adalah dua orang yang berserikat, shighat dan objek akad syirkah baik harta maupun kerja. Syarat-syarat syirkah, dijelaskan oleh idris Ahmad berikut ini:
1)      Mengeluarkan kata-kata yang menujukkan izin masing-masing anggota serikat kepada pihak yang akan mengendalikan harta itu.
2)      Anggota serikat itu saling mengpercayai, sebab masing-masing mereka adalah wakil yang lainnya.
3)      Mencampurkan harta sehingga tidak dapat dibedakan hak masing-masing, baik berupa mata uang maupun bentuk yang lainnya
2.4 Pembagian Syirkah

Syirkah terbagi menjadi dua yaitu:
1.syirkah amlak
 Ialah bahwa lebih dari satu orang memiliki suatu jenis barang tanpa akad.Bersifat jabr, maksudnya dua orang yang di hibahkan atau di wariskan sesutu,lalu mereka berdua menerima,maka barang yang di hibahkan dan di wasiatkan itu menjadi milik berdua. Misalnya harta warisan.
2.Syirkah Uquud
Ialah bahwa dua orang atau lebih melakukan akad untuk bergabung dalam suatu kepentingan harta dan hasilnya berupa keuntungan. Rukunnya adalah adanya ijab dan qabul. Hukumnya menurut mazhab hanafi membolehkan semua jenis syirkah apabila syarat-syarat terpenuhi.

Jenis Jenis Syirkah Uquud :
1) Syirkah Inan
Adalah persekutuan dalam pengelolaan harta oleh dua orang mereka memperdagangkan harta tersebut dengan keuntungan di bagi dua. Contoh syirkah inân: zaki dan syamsu insinyur teknik sipil.Zaki dan Syamsu sepakat menjalankan bisnis properti dengan membangun dan menjualbelikan rumah. Masing-masing memberikan konstribusi modal sebesar Rp 500 juta dan keduanya sama-sama bekerja dalam syirkah tersebut.
Dalam syirkah ini, disyaratkan modalnya harus berupa uang (nuqûd); sedangkan barang (‘urûdh), misalnya rumah atau mobil, tidak boleh dijadikan modal syirkah, kecuali jika barang itu dihitung nilainya (qîmah al-‘urûdh) pada saat akad.Keuntungan didasarkan pada kesepakatan, sedangkan kerugian ditanggung oleh masing-masing mitra usaha (syarîk) berdasarkan porsi modal. Jika, misalnya, masing-masing modalnya 50%, maka masing-masing menanggung kerugian sebesar 50%. Diriwayatkan oleh Abdur Razaq dalam kitab Al-Jâmi’, bahwa Ali bin Abi Thalib ra. pernah berkata, “Kerugian didasarkan atas besarnya modal, sedangkan keuntungan didasarkan atas kesepakatan mereka (pihak-pihak yang bersyirkah).” (An-Nabhani, 1990: 151).
2) Syirkah Abdan
Syirkah ‘abdan adalah syirkah antara dua pihak atau lebih yang masing-masing hanya memberikan konstribusi kerja (‘amal), tanpa konstribusi modal (mâl). Konstribusi kerja itu dapat berupa kerja pikiran (seperti pekerjaan arsitek atau penulis) ataupun kerja fisik (seperti pekerjaan tukang kayu, tukang batu, sopir, pemburu, nelayan, dan sebagainya) (An-Nabhani, 1990: 150). Syirkah ini disebut juga syirkah ‘amal (Al-Jaziri, 1996: 67; Al-Khayyath, 1982: 35). Contohnya: A dan B. keduanya adalah nelayan, bersepakat melaut bersama untuk mencari ikan. Mereka sepakat pula, jika memperoleh ikan dan dijual, hasilnya akan dibagi dengan ketentuan: A mendapatkan sebesar 60% dan B sebesar 40%.
Dalam syirkah ini tidak disyaratkan kesamaan profesi atau keahlian, tetapi boleh berbeda profesi. Jadi, boleh saja syirkah ‘abdan terdiri dari beberapa tukang kayu dan tukang batu. Namun, disyaratkan bahwa pekerjaan yang dilakukan merupakan pekerjaan halal. (An-Nabhani, 1990: 150); tidak boleh berupa pekerjaan haram, misalnya, beberapa pemburu sepakat berburu babi hutan (celeng).
Keuntungan yang diperoleh dibagi berdasarkan kesepakatan; nisbahnya boleh sama dan boleh juga tidak sama di antara mitra-mitra usaha (syarîk).Syirkah ‘abdan hukumnya boleh berdasarkan dalil as-Sunnah (An-Nabhani, 1990: 151). Ibnu Mas’ud ra. pernah berkata, “Aku pernah berserikat dengan Ammar bin Yasir dan Sa’ad bin Abi Waqash mengenai harta rampasan perang pada Perang Badar. Sa’ad membawa dua orang tawanan, sementara aku dan Ammar tidak membawa apa pun.” [HR. Abu Dawud dan al-Atsram].


3) Syirkah Wujuh
Menurut Madzhab Hanafi “bersyarikatnya dua orang atau lebih tanpa modal bagi keduanya untuk sama-sama membeli dengan nama baik mereka”.
Mazhab Maliki: “bersyarikatnya dua orang atau lebih tanpa modal harta dan karya”. Ia adalah syarikatnya berdasarkan tanggung jawab moril yang mana jika mereka membeli sesuatu,maka berada pada tanggungan mereka berdua dan jika mereka menjualnya mereka saling berbagi keuntungannya.
Mazhab Syafi`I :bersyaratnya dua orang yang memiliki reputasi di masyarakat karena kebaikan keduanya dalam berbisnis dengan mereka untuk masing masing mereka membeli dengan jatuh tempo dan barang yang terbeli milik keduanya. Jika mereka menjualanya maka kelebihan harga jual di bagi antara mereka .
Mazhab Hambali : bersyarikatnya dua orang dalam barang yang mereka beli dengan nama baik (reputasi) mereka dan kepercayaan. Para pedagang terhadap mereka tanpa memiliki modal finansial dengan kesepakatan apa yang mereka beli,kepemilikannya di bagi antara mereka secara tengahan,pertigaan,perempatan dan mereka menjualnya maka hasil yang Allah SWT berikan di bagi antara mereka. Syirkah wujûh disebut juga syirkah ‘ala adz-dzimam (Al-Khayyath, Asy-Syarîkât fî asy-Syarî‘ah al-Islâmiyyah, 2/49).
Disebut syirkah wujûh karena didasarkan pada kedudukan, ketokohan, atau keahlian (wujûh) seseorang di tengah masyarakat. Syirkah wujûh adalah syirkah antara dua pihak (misal A dan B) yang sama-sama memberikan konstribusi kerja (‘amal), dengan pihak ketiga (misalnya C) yang memberikan konstribusi modal (mâl). Dalam hal ini, pihak A dan B adalah tokoh masyarakat. Syirkah semacam ini hakikatnya termasuk dalam syirkah mudhârabah sehingga berlaku ketentuan-ketentuan syirkah mudhârabah padanya .Bentuk kedua syirkah wujûh adalah syirkah antara dua pihak atau lebih yang ber-syirkah dalam barang yang mereka beli secara kredit, atas dasar kepercayaan pedagang kepada keduanya, tanpa konstribusi modal dari masing-masing pihak (An-Nabhani, 1990: 154). Misal: A dan B adalah tokoh yang dipercaya pedagang. Lalu A dan B ber-syirkah wujûh, dengan cara membeli barang dari seorang pedagang (misalnya C) secara kredit. A dan B bersepakat, masing-masing memiliki 50% dari barang yang dibeli. Lalu keduanya menjual barang tersebut dan keuntungannya dibagi dua, sedangkan harga pokoknya dikembalikan kepada C (pedagang).
Dalam syirkah wujûh kedua ini, keuntungan dibagi berdasarkan kesepakatan, bukan berdasarkan prosentase barang dagangan yang dimiliki; sedangkan kerugian ditanggung oleh masing-masing mitra usaha berdasarkan prosentase barang dagangan yang dimiliki, bukan berdasarkan kesepakatan. Syirkah wujûh kedua ini hakikatnya termasuk dalam syirkah ‘abdan .Hukum kedua bentuk syirkah di atas adalah boleh, karena bentuk pertama sebenarnya termasuk syirkah mudhârabah, sedangkan bentuk kedua termasuk syirkah ‘abdan. Syirkah mudhârabah dan syirkah ‘abdan sendiri telah jelas kebolehannya dalam syariat Islam .
Namun demikian, An-Nabhani mengingatkan bahwa ketokohan (wujûh) yang dimaksud dalam syirkah wujûh adalah kepercayaan finansial (tsiqah mâliyah), bukan semata-semata ketokohan di masyarakat. Maka dari itu, tidak sah syirkah yang dilakukan seorang tokoh (katakanlah seorang menteri atau pedagang besar), yang dikenal tidak jujur, atau suka menyalahi janji dalam urusan keuangan. Sebaliknya, sah syirkah wujûh yang dilakukan oleh seorang biasa-biasa saja, tetapi oleh para pedagang dia dianggap memiliki kepercayaan finansial (tsiqah mâliyah) yang tinggi, misalnya dikenal jujur dan tepat janji dalam urusan keuangan .

4) Syirkah muwadhah
Syirkah mufâwadhah adalah syirkah antara dua pihak atau lebih yang menggabungkan semua jenis syirkah di atas (syirkah inân, ‘abdan, mudhârabah, dan wujûh) (An-Nabhani, 1990: 156; Al-Khayyath, 1982: 25). Syirkah mufâwadhah dalam pengertian ini, menurut An-Nabhani adalah boleh. Sebab, setiap jenis syirkah yang sah ketika berdiri sendiri, maka sah pula ketika digabungkan dengan jenis syirkah lainnya (An-Nabhani, 1990: 156).
Keuntungan yang diperoleh dibagi sesuai dengan kesepakatan, sedangkan kerugian ditanggung sesuai dengan jenis syirkah-nya; yaitu ditanggung oleh para pemodal sesuai porsi modal (jika berupa syirkah inân), atau ditanggung pemodal saja (jika berupa syirkah mudhârabah), atau ditanggung mitra-mitra usaha berdasarkan persentase barang dagangan yang dimiliki (jika berupa syirkah wujûh).
Contoh: A adalah pemodal, berkonstribusi modal kepada B dan C, dua insinyur teknik sipil, yang sebelumnya sepakat, bahwa masing-masing berkonstribusi kerja. Kemudian B dan C juga sepakat untuk berkonstribusi modal, untuk membeli barang secara kredit atas dasar kepercayaan pedagang kepada B dan C.
Dalam hal ini, pada awalnya yang ada adalah syirkah ‘abdan, yaitu ketika B dan C sepakat masing-masing ber-syirkah dengan memberikan konstribusi kerja saja. Lalu, ketika A memberikan modal kepada B dan C, berarti di antara mereka bertiga terwujud syirkah mudhârabah. Di sini A sebagai pemodal, sedangkan B dan C sebagai pengelola. Ketika B dan C sepakat bahwa masing-masing memberikan konstribusi modal, di samping konstribusi kerja, berarti terwujud syirkah inân di antara B dan C. Ketika B dan C membeli barang secara kredit atas dasar kepercayaan pedagang kepada keduanya, berarti terwujud syirkah wujûh antara B dan C. Dengan demikian, bentuk syirkah seperti ini telah menggabungkan semua jenis syirkah yang ada, yang disebut syirkah mufâwadhah.

.
2.5. Mengakhiri Syirkah

Syirkah akan berakhir apabila terjadi hal-hal berikut : 
a. Salah satu pihak membatalkannya meskipun tanpa persetujuan pihak lainya.
Karena syirkah terjadi atas dasar rela sama rela dari kedua belah pihak.
b. Salah satu pihak kehilangan kecakapan untuk .....(keahlian mengelola harta) baik karena gila maupun karena alasan lainya.
c. Salah satu pihak meninggal dunia tetapi apabila anggota syirkah lebih dari dua orang,yang batal hanyalah yang meninggal saja. Syirkah berjalan terus pada anggota-anggota yang masih hidup,apabila ahli warisnya menghendaki turut serta maka dilakukan perjanjian baru.
d. Salah satu pihak boros dalam penggunaan biaya atau modal yang terjadi pada waktu perjanjian syirkah tengah berjalan maupun sebab lainya.
e. Salah satu pihak bangkrut yang berakibat tidak berkuasa lagi harta yang menjadi saham syirkah kecuali mazhab-mazhab Hanafi berpendapat keadaan bangkrut tidak membatalkan perjanjian yang dilakukan oleh orang yang bersangkutan.
f. Modal para anggota syirkah lengkap atau hilang sebelum adanya pencampuran harta hingga tidak dapat di pisah-pisahkan maka yang menanggung resiko adalah para pemiliknya sendiri,apabila harta lenyap setelah pencampuran maka menjadi resiko bersama.




























BAB III
PENUTUP


3.1 KESIMPULAN

Dari uraian makalah diatas dapat disimpulkan bahwa Syirkah adalah suatu akad antara dua pihak atau lebih, yang bersepakat untuk melakukan suatu usaha dengan tujuan memperoleh keuntungan.Tentu saja dengan tujuan dan jalan yang diperbolehkan dalam agama.Dengan demikian,dapat terjalin ukhuwah islamiyah di dalam masyarakat,dengan adanya syirkah yang di jalankan.Karena satu pihak tentu akan senang mempunyai partner syirkah yang baik.sehingga bisa dikatakan bahwa dengan syirkah akan dapat menjalin silaturahmi.Dan hal ini sejalan dengan fitrah manusia sebagai mahkluk sosial yang tak bisa hidup sendiri dan membutuhkan sesama.











Daftar Pustaka
·          'Abdul 'Azhim bin Badawi al-Khalafi, Al-Wajiz Fi Fiqhis Sunnah Wal Kitabil 'Aziz, atau Al-Wajiz Ensiklopedi Fikih Islam dalam Al-Qur'an dan As-Sunnah Ash-Shahihah, terj Ma'ruf Abdul Jalil (Pustaka As-Sunnah), hlm. 687 - 689.
·         Haroen,nasrun.fiqqh muamalah,(Jakarta:gaya media pratama,2007)
·         Suhendi,hendi, fiqh muamalah, (Jakarta; raja grafindo persada, 2007)
·         Syafe’I, rachmat, fiqh muamalah, (bandung: pustaka setia, 2000)
·         Sabiq, sayyid, fiqh sunnah 12, (bandung: PT.alma’arif, 1987)






Tidak ada komentar:

Posting Komentar