MAKALAH FIKIH
SYIRKAH
Makalah disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah
Fikih yang diampu
Oleh Hamka Hakim L.c
Disusun Oleh :
Nama:Syamsu Muzakki
Semester : 2 A
SEKOLAH TINGGI ILMU TARBIYAH NAHDLATUL ULAMA PACITAN
Jl.Brigjend. S Parman no.44B(0357)885635 PACITAN
2011/2012
KATA PENGANTAR
Segala puji bagi
ALLAH Tuhan semesta alam,dalam waktu yang relatif singkat,makalah yang berjudul
“Syirkah” terselesaikan dengan baik.
Adanya makalah ini
tentu saja melibatkan bantuan dari berbagai pihak.Untuk itu,kami ucapkan
terimakasih kepada:
1.Orang tua yang telah
mendo’akan,membimbing,dan memberikan motivasi agar kami senantiasa rajin dalam
menuntut ilmu.
2. Drs. Hamka Hakim L.c, sebagai dosen
pengampu mata kuliah Fikih II yang telah
memberikan tugas dan memberikan arahan.
3.Sahabat – sahabat yang telah membantu
menyelesaikan tugas ini.
Penulisan makalah
ini masih jauh dari kesempurnaan.Oleh karena itu,kritik dan saran yang membangun
dari pembaca senantiasa diharapkan.Semoga makalah ini bermanfaat bagi penulis khususnya dan bagi
pembaca pada umumnya.Mohon maaf jika terjadi salah penulisan pada
makalah ini.
Penyusun
DAFTAR ISI
Halaman Judul..................................................................................................................... i
Kata Pengantar...................................................................................................................
ii
Daftar Isi.............................................................................................................................. iii
BAB I
PENDAHULUAN
1.1.Latar Belakang.......................................................................................................... 1
1.2.Rumusan Masalah..................................................................................................... 1
1.3.Tujuan pembahasan.................................................................................................. 1
BAB II PEMBAHASAN
2.1. Pengertian
syirkah.................................................................................................... 2
2.2. Landasan Hukum Syirkah........................................................................................ 4
2.3. Syarat dan Rukun
Syirkah....................................................................................... 6
2.4.Pembagian
Syirkah................................................................................................... 7
2.5.Mengakhiri
Syirkah.................................................................................................. 11
BAB III PENUTUP
3.Kesimpulan.................................................................................................................. 13
Daftar Pustaka...................................................................................................................... 14
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Masalah
Dalam upaya memenuhi kebutuhan
kehidupan sehari-hari, manusia tidak akan terlepasdari hubungan terhadap sesama
manusia. Tanpa hubungan dengan orang lain, tidak mungkin berbagai
kebutuhan hidup dapat terpenuhi.Terkait dengan hal ini maka perlu diciptakan
suasana yang baik terhadap sesama manusia. Hal ini dapat dilakukan dengan cara
mengadakan akad syirkah dengan pihak lain.Di sini dipaparkan berbagai
macam definisi dan teori-teori tentang Syirkah.
1.2. Rumusan masalah
Agar
dalam penulisan makalah ini dapat terkonsentrasi,dan tidak melebar kemana-mana
diperlukan rumusan masalah.
1.Apa pengertian syirkah itu?
2.Apa landasan hukum syirkah?
3.Apa saja syarat dan rukun syirkah?
4.Dan apa saja macam-macam syirkah?
5.Dan bilamana syirkah bisa
dikatakan batal?
1.3. Tujuan Penulisan
Makalah
ini ditulis bertujuan agar pembaca mengetahui tentang syirkah.Bagaimana syirkah
yang benar,dan mengimplikasikanya dalam kehidupan sehari-hari.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1.Pengertian
syirkah
Syirkah menurut bahasa berarti percampuran.
Sedangkan menurut istilah syirkah berarti kerja sama antara dua orang atau
lebih dalam berusaha yang keuntungan dan kerugiannya ditanggung bersama. Syirkah menurut bahasa
adalah al-ikhtilath yang artinya campur atau percampuran.
Demikian dinyatakan oleh Taqyuddin. Maksud percampuran di sini ialah seseorang
mencampurkan hartanya dengan harta orang lain sehingga tidak mungkin untuk
dibedakan. Kata syirkah dalam bahasa Arab berasal dari kata syarika (fi’il
mâdhi), yasyraku (fi’il mudhâri’), syarikan/syirkatan/syarikatan (mashdar/kata
dasar); artinya menjadi sekutu atau serikat (Kamus Al-Munawwir, hlm. 765).
Kata dasarnya boleh dibaca syirkah, boleh
juga dibaca syarikah. Akan tetapi, menurut Al-Jaziri dalam Al-Fiqh ‘alâ
al-Madzâhib al-Arba’ah, 3/58, dibaca syirkah lebih fasih (afshah).Menurut
istilah, yang dimaksud dengan syirkah, para fuqaha’ berbeda pendapat sebagai berikut:
a. Menurut
Sayyid Sabiq, yang dimaksud dengan syirkah ialah:
عَقْدٌبَيْنَ الْمُتَشَارِ كَيْنَ فِى رَأْسِ الْمَالِ
وَالرَّبْحِ
Artinya: “akad antara dua orang
berserikat pada pokok harta (modal) dan keuntungan”.
b. Menurut
Muhammad al-Syarbini al-Khatib, yang dimaksud dengan syirkah ialah:
ثُبُوْتُ الْحَقِّ لاِثْنَيْنِ فَأَكْثَرَ عَلَى جِهَةِ
الشُّيُوْعِ
Artinya: “ketetapan hak pada sesuatu
untuk dua orang atau lebih dengan cara yang masyhur (diketahui)”.
c .Menurut
Syihab al-Din al-Qalyubi wa Umaira, yang dimaksud dengan syirkah ialah:
ثُبُوْتُ الْحَقِّ لاِثْنَيْنِ فَأَكْثَرَ
Artinya: “ketetapan hak pada sesuatu
untuk dua orang atau lebih”.
d. Menurut Imam
Taqyuddin Abi Bakr Ibn Muhammad al-Husaini, yang dimaksud dengan syirkah ialah:
عِبَارَةِ عَنْ ثُبُوْتِ الْحَقَّ فِى الشَّيْئِ الْوَاحِدِ
لشَخْصَيْنِ فَصَاعِدًا عَلَى جِهَةِ الشُّيُوْعِ
“ibarat penetapan suatu hak pada sesuatu
yang satu untuk dua orang atau lebih dengan cara yang telah diketahui”.
e .Menurut Hasbi
Ash-Shiddieqie, bahwa yang dimaksud dengan syirkah ialah:
عَفْدٌ بَيْنَ شَخْصَيْنِ فَأَكْثَرَ عَلَى التَّعَاوُنِ فِى
عَمَلٍ اِكْتِسَابِىٍّ وَاقْتِسَامِ اَرْبَاحِهِ
“akad yang berlaku antara dua orang atau
lebih untuk ta’awaun dalam bekerja pada suatu usaha dan membagi keuntungannya”.
Idris Ahmad
menyebutkan syirkah sama dengan syarikat dagang, yakni dua
orang atau lebih sama-sama berjanji akan bekerjasama dalam dagang dengan
menyerahkan modal masing-masing, dimana keuntungan dan kerugiannya
diperhitungkan menurut besar kecilnya modal masing-masing.
Setelah diketahui definisi-definisi syirkah menurut para ulama, kiranya dapat
dipahami bahwa yang dimaksud dengan syirkah adalah kerjasama antara dua orang atau
lebih dalam berusaha, yang keuntungan dan kerugiannya ditanggung bersama.
Adapun yang dijadikan dasar hukum syirkah oleh para ulama adalah sebuah hadis
yang diriwayatkan oleh Abu Dawud dari Abi Hurairah dari Nabi SAW bersabda;
َنَا ثَالِثُ
الشَّرِيْكَيْنِ مَالَمْ يَخُنْ اَحَدُهُمَا صَاحِبَهُ فَإِذَا خَانَهُ خَرَجْتُ
مِنْ بَيْنِهِمَا
“aku
jadi yang ketiga antara dua orang yang berserikat selama yang satu tidak
khianat kepada yang lainnya, apabila yang satu berkhianat kepada pihak yang
lain, maka keluarlah aku darinya”.
2.2.Landasan
hukum syirkah
- Al-Qur’an
surat Shaad ayat 24
$ tA$s% ôs)s9 y7yJn=sß ÉA#xsÝ¡Î0 y7ÏGyf÷ètR 4n<Î) ¾ÏmÅ_$yèÏR ( ¨bÎ)ur #ZÏVx. z`ÏiB Ïä!$sÜn=èø:$# Éóö6us9 öNåkÝÕ÷èt/ 4n?tã CÙ÷èt/ wÎ) tûïÏ%©!$# (#qãZtB#uä (#qè=ÏJtãur ÏM»ysÎ=»¢Á9$# ×@Î=s%ur $¨B öNèd 3 £`sßur ß¼ãr#y $yJ¯Rr& çm»¨YtGsù txÿøótGó$$sù ¼çm/u §yzur $YèÏ.#u z>$tRr&ur ) ÇËÍÈ
24.
Daud berkata: "Sesungguhnya Dia telah berbuat zalim kepadamu dengan
meminta kambingmu itu untuk ditambahkan kepada kambingnya. dan Sesungguhnya
kebanyakan dari orang-orang yang berserikat itu sebahagian mereka berbuat zalim
kepada sebahagian yang lain, kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan
amal yang saleh; dan Amat sedikitlah mereka ini". dan Daud mengetahui
bahwa Kami mengujinya; Maka ia meminta ampun kepada Tuhannya lalu menyungkur
sujud dan bertaubat.
- Al-Qur’an surat
An-Nisa’ ayat 12
* öNà6s9ur ß#óÁÏR $tB x8ts? öNà6ã_ºurør& bÎ) óO©9 `ä3t £`ßg©9 Ó$s!ur 4 bÎ*sù tb$2 Æßgs9 Ó$s!ur ãNà6n=sù ßìç/9$# $£JÏB z`ò2ts? 4 .`ÏB Ï÷èt/ 7p§Ï¹ur úüϹqã !$ygÎ/ ÷rr& &úøïy 4 Æßgs9ur ßìç/9$# $£JÏB óOçFø.ts? bÎ) öN©9 `à6t öNä3©9 Ós9ur 4 bÎ*sù tb$2 öNà6s9 Ó$s!ur £`ßgn=sù ß`ßJV9$# $£JÏB Läêò2ts? 4 .`ÏiB Ï÷èt/ 7p§Ï¹ur cqß¹qè? !$ygÎ/ ÷rr& &ûøïy 3 bÎ)ur c%x. ×@ã_u ß^uqã »'s#»n=2 Írr& ×or&tøB$# ÿ¼ã&s!ur îr& ÷rr& ×M÷zé& Èe@ä3Î=sù 7Ïnºur $yJßg÷YÏiB â¨ß¡9$# 4 bÎ*sù (#þqçR%2 usYò2r& `ÏB y7Ï9ºs ôMßgsù âä!%2uà° Îû Ï]è=W9$# 4 .`ÏB Ï÷èt/ 7p§Ï¹ur 4Ó|»qã !$pkÍ5 ÷rr& Aûøïy uöxî 9h!$ÒãB 4 Zp§Ï¹ur z`ÏiB «!$# 3 ª!$#ur íOÎ=tæ ÒOÎ=ym ÇÊËÈ
12.
dan bagimu (suami-suami) seperdua dari harta yang ditinggalkan oleh
isteri-isterimu, jika mereka tidak mempunyai anak. jika isteri-isterimu itu
mempunyai anak, Maka kamu mendapat seperempat dari harta yang ditinggalkannya
sesudah dipenuhi wasiat yang mereka buat atau (dan) seduah dibayar hutangnya.
Para isteri memperoleh seperempat harta yang kamu tinggalkan jika kamu tidak
mempunyai anak. jika kamu mempunyai anak, Maka Para isteri memperoleh
seperdelapan dari harta yang kamu tinggalkan sesudah dipenuhi wasiat yang kamu
buat atau (dan) sesudah dibayar hutang-hutangmu. jika seseorang mati, baik
laki-laki maupun perempuan yang tidak meninggalkan ayah dan tidak meninggalkan
anak, tetapi mempunyai seorang saudara laki-laki (seibu saja) atau seorang
saudara perempuan (seibu saja), Maka bagi masing-masing dari kedua jenis
saudara itu seperenam harta. tetapi jika saudara-saudara seibu itu lebih dari
seorang, Maka mereka bersekutu dalam yang sepertiga itu, sesudah dipenuhi
wasiat yang dibuat olehnya atau sesudah dibayar hutangnya dengan tidak memberi
mudharat (kepada ahli waris)[274]. (Allah menetapkan yang demikian itu sebagai)
syari'at yang benar-benar dari Allah, dan Allah Maha mengetahui lagi Maha
Penyantun.
[274] Memberi mudharat kepada waris itu ialah tindakan-tindakan seperti: a.
Mewasiatkan lebih dari sepertiga harta pusaka. b. Berwasiat dengan maksud mengurangi
harta warisan. Sekalipun kurang dari sepertiga bila ada niat mengurangi hak
waris, juga tidak diperbolehkan.
- Nabi SAW bersabda;
َنَا ثَالِثُ الشَّرِيْكَيْنِ مَالَمْ يَخُنْ اَحَدُهُمَا
صَاحِبَهُ فَإِذَا خَانَهُ خَرَجْتُ مِنْ بَيْنِهِمَا
“aku jadi yang ketiga antara dua orang yang berserikat
selama yang satu tidak khianat kepada yang lainnya, apabila yang satu
berkhianat kepada pihak yang lain, maka keluarlah aku darinya”.
Hadits Dari Saib ra bahwa ia
berkata kepada Nabi saw, “Engkau pernah menjadi kongsiku pada (zaman)
jahiliyah, (ketika itu) engkau adalah kongsiku yang paling baik. Engkau tidak
menyelisihku, dan tidak berbantah-bantahan denganku.” (Shahih: Shahih Ibnu
Majah no: 1853 dan Ibnu Majah II: 768 no: 2287
2.3.SYARAT
dan RUKUN SYIRKAH
Syarat-syarat yang
berhubungan dengan syirkah menurut hanafiyah dibagi menjadi empat bagian
yaitu:
1) Sesuatu yang bertalian dengan semua
bentuk syirkah baik dengan harta maupun dengan yang lainnya. Dalam hal ini
terdapat dua syarat, yaitu:
a) yang berkenaan dengan benda yang
diakadkan adalah harus dapat diterima sebagai perwakilan,
b) yang berkenaan dengan
keuntungan, yaitu pembagian keuntungan harus jelas dan dapat diketahui dua
pihak, misalnya setengah, sepertiga dan yang lainnya.
2) Sesuatu yang bertalian dengan
syirkah mal (harta), dalam hal ini terdapat dua perkara yang harus dipenuhi
yaitu:
a) bahwa modal yang dijadikan objek
akad syirkah adalah dari alat pembayaran (nuqud), seperti junaih, riyal, dan
rupiah,
b) yang dijadikan modal (harta
pokok) ada ketika akad syirkah dilakukan, baik jumlahnya sama atau berbeda.
3) Sesuatu yang bertalian dengan
syarikat mufawadhah, bahwa dalam mufawadhah disyaratkan:
a) modal dalam syirkah
mufawadhah harus sama,
b) bagi yang bersyirkah ahli
untuk kafalah,
c) bagi yang dijadikan objek akad
disyaratkan syirkah umum, yakni pada semua macam jual beli atau perdagangan.
4) Adapun syarat yang bertalian dengan
syirkah inan sama dengan syarat-syarat syirkah mufawadhah.
Menurut malikiyah syarat-syarat
yang bertalian dengan orang yang melakukan akad ialah merdeka, baligh, dan
pintar (rusyd).
Syafi’iyah
berpendapat bahwa syirkah yang sah hukumnya hanyalah syirkah ‘inan, sedangkan
syirkah yang lainnya batal.
Dijelaskan pula oleh abd al-rahman al-jaziri bahwa
rukun syirkah adalah dua orang yang berserikat, shighat dan objek akad syirkah
baik harta maupun kerja. Syarat-syarat syirkah, dijelaskan oleh idris Ahmad
berikut ini:
1) Mengeluarkan kata-kata yang
menujukkan izin masing-masing anggota serikat kepada pihak yang akan
mengendalikan harta itu.
2) Anggota serikat itu saling
mengpercayai, sebab masing-masing mereka adalah wakil yang lainnya.
3) Mencampurkan harta sehingga tidak
dapat dibedakan hak masing-masing, baik berupa mata uang maupun bentuk yang
lainnya
2.4 Pembagian
Syirkah
Syirkah terbagi
menjadi dua yaitu:
1.syirkah amlak
Ialah bahwa lebih dari satu orang memiliki
suatu jenis barang tanpa akad.Bersifat jabr, maksudnya dua orang yang di
hibahkan atau di wariskan sesutu,lalu mereka berdua menerima,maka barang yang
di hibahkan dan di wasiatkan itu menjadi milik berdua. Misalnya harta warisan.
2.Syirkah Uquud
Ialah bahwa dua
orang atau lebih melakukan akad untuk bergabung dalam suatu kepentingan harta
dan hasilnya berupa keuntungan. Rukunnya adalah adanya ijab dan qabul. Hukumnya
menurut mazhab hanafi membolehkan semua jenis syirkah apabila syarat-syarat
terpenuhi.
Jenis Jenis Syirkah Uquud :
1) Syirkah Inan
Adalah persekutuan dalam pengelolaan harta oleh dua orang mereka
memperdagangkan harta tersebut dengan keuntungan di bagi dua. Contoh syirkah inân: zaki dan syamsu
insinyur teknik sipil.Zaki dan Syamsu sepakat menjalankan bisnis properti
dengan membangun dan menjualbelikan rumah. Masing-masing memberikan konstribusi
modal sebesar Rp 500 juta dan keduanya sama-sama bekerja dalam syirkah
tersebut.
Dalam syirkah ini, disyaratkan modalnya harus berupa uang (nuqûd);
sedangkan barang (‘urûdh), misalnya rumah atau mobil, tidak boleh dijadikan
modal syirkah, kecuali jika barang itu dihitung nilainya (qîmah al-‘urûdh) pada
saat akad.Keuntungan didasarkan pada kesepakatan, sedangkan kerugian ditanggung
oleh masing-masing mitra usaha (syarîk) berdasarkan porsi modal. Jika,
misalnya, masing-masing modalnya 50%, maka masing-masing menanggung kerugian
sebesar 50%. Diriwayatkan oleh Abdur Razaq dalam kitab Al-Jâmi’, bahwa Ali bin
Abi Thalib ra. pernah berkata, “Kerugian didasarkan atas besarnya modal,
sedangkan keuntungan didasarkan atas kesepakatan mereka (pihak-pihak yang
bersyirkah).” (An-Nabhani, 1990: 151).
2) Syirkah Abdan
Syirkah ‘abdan adalah syirkah antara dua pihak atau lebih yang
masing-masing hanya memberikan konstribusi kerja (‘amal), tanpa konstribusi
modal (mâl). Konstribusi kerja itu dapat berupa kerja pikiran (seperti
pekerjaan arsitek atau penulis) ataupun kerja fisik (seperti pekerjaan tukang
kayu, tukang batu, sopir, pemburu, nelayan, dan sebagainya) (An-Nabhani, 1990:
150). Syirkah ini disebut juga syirkah ‘amal (Al-Jaziri, 1996: 67; Al-Khayyath,
1982: 35). Contohnya: A dan B. keduanya adalah nelayan, bersepakat melaut bersama
untuk mencari ikan. Mereka sepakat pula, jika memperoleh ikan dan dijual,
hasilnya akan dibagi dengan ketentuan: A mendapatkan sebesar 60% dan B sebesar
40%.
Dalam syirkah ini tidak disyaratkan kesamaan profesi atau keahlian, tetapi
boleh berbeda profesi. Jadi, boleh saja syirkah ‘abdan terdiri dari beberapa
tukang kayu dan tukang batu. Namun, disyaratkan bahwa pekerjaan yang dilakukan
merupakan pekerjaan halal. (An-Nabhani, 1990: 150); tidak boleh berupa
pekerjaan haram, misalnya, beberapa pemburu sepakat berburu babi hutan
(celeng).
Keuntungan yang diperoleh dibagi berdasarkan kesepakatan; nisbahnya boleh
sama dan boleh juga tidak sama di antara mitra-mitra usaha (syarîk).Syirkah
‘abdan hukumnya boleh berdasarkan dalil as-Sunnah (An-Nabhani, 1990: 151). Ibnu
Mas’ud ra. pernah berkata, “Aku
pernah berserikat dengan Ammar bin Yasir dan Sa’ad bin Abi Waqash mengenai
harta rampasan perang pada Perang Badar. Sa’ad membawa dua orang tawanan,
sementara aku dan Ammar tidak membawa apa pun.” [HR. Abu Dawud dan al-Atsram].
3)
Syirkah Wujuh
Menurut Madzhab Hanafi “bersyarikatnya dua orang atau lebih tanpa modal
bagi keduanya untuk sama-sama membeli dengan nama baik mereka”.
Mazhab Maliki: “bersyarikatnya dua orang atau lebih tanpa modal harta dan
karya”. Ia adalah syarikatnya berdasarkan tanggung jawab moril yang mana jika
mereka membeli sesuatu,maka berada pada tanggungan mereka berdua dan jika
mereka menjualnya mereka saling berbagi keuntungannya.
Mazhab Syafi`I :bersyaratnya dua orang yang memiliki reputasi di masyarakat
karena kebaikan keduanya dalam berbisnis dengan mereka untuk masing masing
mereka membeli dengan jatuh tempo dan barang yang terbeli milik keduanya. Jika
mereka menjualanya maka kelebihan harga jual di bagi antara mereka .
Mazhab Hambali : bersyarikatnya
dua orang dalam barang yang mereka beli dengan nama baik (reputasi) mereka dan
kepercayaan. Para pedagang terhadap mereka tanpa memiliki modal finansial
dengan kesepakatan apa yang mereka beli,kepemilikannya di bagi antara mereka
secara tengahan,pertigaan,perempatan dan mereka menjualnya maka hasil yang
Allah SWT berikan di bagi antara mereka. Syirkah wujûh disebut juga syirkah
‘ala adz-dzimam (Al-Khayyath, Asy-Syarîkât fî asy-Syarî‘ah al-Islâmiyyah,
2/49).
Disebut syirkah wujûh karena didasarkan pada kedudukan, ketokohan, atau
keahlian (wujûh) seseorang di tengah masyarakat. Syirkah wujûh adalah syirkah
antara dua pihak (misal A dan B) yang sama-sama memberikan konstribusi kerja
(‘amal), dengan pihak ketiga (misalnya C) yang memberikan konstribusi modal
(mâl). Dalam hal ini, pihak A dan B adalah tokoh masyarakat. Syirkah semacam
ini hakikatnya termasuk dalam syirkah mudhârabah sehingga berlaku
ketentuan-ketentuan syirkah mudhârabah padanya .Bentuk kedua syirkah wujûh
adalah syirkah antara dua pihak atau lebih yang ber-syirkah dalam barang yang
mereka beli secara kredit, atas dasar kepercayaan pedagang kepada keduanya,
tanpa konstribusi modal dari masing-masing pihak (An-Nabhani, 1990: 154).
Misal: A dan B adalah tokoh yang dipercaya pedagang. Lalu A dan B ber-syirkah
wujûh, dengan cara membeli barang dari seorang pedagang (misalnya C) secara
kredit. A dan B bersepakat, masing-masing memiliki 50% dari barang yang dibeli.
Lalu keduanya menjual barang tersebut dan keuntungannya dibagi dua, sedangkan
harga pokoknya dikembalikan kepada C (pedagang).
Dalam syirkah wujûh kedua ini, keuntungan dibagi berdasarkan kesepakatan,
bukan berdasarkan prosentase barang dagangan yang dimiliki; sedangkan kerugian
ditanggung oleh masing-masing mitra usaha berdasarkan prosentase barang
dagangan yang dimiliki, bukan berdasarkan kesepakatan. Syirkah wujûh kedua ini
hakikatnya termasuk dalam syirkah ‘abdan .Hukum kedua bentuk syirkah di atas
adalah boleh, karena bentuk pertama sebenarnya termasuk syirkah mudhârabah,
sedangkan bentuk kedua termasuk syirkah ‘abdan. Syirkah mudhârabah dan syirkah
‘abdan sendiri telah jelas kebolehannya dalam syariat Islam .
Namun demikian, An-Nabhani mengingatkan bahwa ketokohan (wujûh) yang
dimaksud dalam syirkah wujûh adalah kepercayaan finansial (tsiqah mâliyah),
bukan semata-semata ketokohan di masyarakat. Maka dari itu, tidak sah syirkah
yang dilakukan seorang tokoh (katakanlah seorang menteri atau pedagang besar),
yang dikenal tidak jujur, atau suka menyalahi janji dalam urusan keuangan.
Sebaliknya, sah syirkah wujûh yang dilakukan oleh seorang biasa-biasa saja,
tetapi oleh para pedagang dia dianggap memiliki kepercayaan finansial (tsiqah
mâliyah) yang tinggi, misalnya dikenal jujur dan tepat janji dalam urusan
keuangan .
4) Syirkah muwadhah
Syirkah mufâwadhah adalah syirkah antara dua pihak atau lebih yang
menggabungkan semua jenis syirkah di atas (syirkah inân, ‘abdan, mudhârabah,
dan wujûh) (An-Nabhani, 1990: 156; Al-Khayyath, 1982: 25). Syirkah mufâwadhah
dalam pengertian ini, menurut An-Nabhani adalah boleh. Sebab, setiap jenis
syirkah yang sah ketika berdiri sendiri, maka sah pula ketika digabungkan
dengan jenis syirkah lainnya (An-Nabhani, 1990: 156).
Keuntungan yang diperoleh dibagi sesuai dengan kesepakatan, sedangkan
kerugian ditanggung sesuai dengan jenis syirkah-nya; yaitu ditanggung oleh para
pemodal sesuai porsi modal (jika berupa syirkah inân), atau ditanggung pemodal
saja (jika berupa syirkah mudhârabah), atau ditanggung mitra-mitra usaha
berdasarkan persentase barang dagangan yang dimiliki (jika berupa syirkah
wujûh).
Contoh: A adalah pemodal, berkonstribusi modal kepada B dan C, dua insinyur
teknik sipil, yang sebelumnya sepakat, bahwa masing-masing berkonstribusi
kerja. Kemudian B dan C juga sepakat untuk berkonstribusi modal, untuk membeli
barang secara kredit atas dasar kepercayaan pedagang kepada B dan C.
Dalam hal ini, pada awalnya yang ada adalah syirkah ‘abdan, yaitu ketika B
dan C sepakat masing-masing ber-syirkah dengan memberikan konstribusi kerja
saja. Lalu, ketika A memberikan modal kepada B dan C, berarti di antara mereka
bertiga terwujud syirkah mudhârabah. Di sini A sebagai pemodal, sedangkan B dan
C sebagai pengelola. Ketika B dan C sepakat bahwa masing-masing memberikan
konstribusi modal, di samping konstribusi kerja, berarti terwujud syirkah inân
di antara B dan C. Ketika B dan C membeli barang secara kredit atas dasar
kepercayaan pedagang kepada keduanya, berarti terwujud syirkah wujûh antara B
dan C. Dengan demikian, bentuk syirkah seperti ini telah menggabungkan semua
jenis syirkah yang ada, yang disebut syirkah mufâwadhah.
.
2.5.
Mengakhiri Syirkah
Syirkah akan berakhir apabila terjadi hal-hal berikut :
a. Salah satu pihak membatalkannya meskipun tanpa persetujuan pihak lainya.
Syirkah akan berakhir apabila terjadi hal-hal berikut :
a. Salah satu pihak membatalkannya meskipun tanpa persetujuan pihak lainya.
Karena syirkah
terjadi atas dasar rela sama rela dari kedua belah pihak.
b. Salah satu pihak
kehilangan kecakapan untuk .....(keahlian mengelola harta) baik karena gila
maupun karena alasan lainya.
c. Salah satu pihak
meninggal dunia tetapi apabila anggota syirkah lebih dari dua orang,yang batal
hanyalah yang meninggal saja. Syirkah berjalan terus pada anggota-anggota yang
masih hidup,apabila ahli warisnya menghendaki turut serta maka dilakukan
perjanjian baru.
d. Salah satu pihak
boros dalam penggunaan biaya atau modal yang terjadi pada waktu perjanjian
syirkah tengah berjalan maupun sebab lainya.
e. Salah satu pihak
bangkrut yang berakibat tidak berkuasa lagi harta yang menjadi saham syirkah
kecuali mazhab-mazhab Hanafi berpendapat keadaan bangkrut tidak membatalkan
perjanjian yang dilakukan oleh orang yang bersangkutan.
f. Modal para
anggota syirkah lengkap atau hilang sebelum adanya pencampuran harta hingga tidak
dapat di pisah-pisahkan maka yang menanggung resiko adalah para pemiliknya
sendiri,apabila harta lenyap setelah pencampuran maka menjadi resiko bersama.
BAB III
PENUTUP
3.1 KESIMPULAN
Dari uraian makalah diatas dapat disimpulkan
bahwa Syirkah adalah suatu akad antara dua pihak atau
lebih, yang bersepakat untuk melakukan suatu usaha dengan tujuan memperoleh
keuntungan.Tentu saja dengan tujuan dan jalan yang diperbolehkan dalam agama.Dengan
demikian,dapat terjalin ukhuwah islamiyah di dalam masyarakat,dengan adanya
syirkah yang di jalankan.Karena satu pihak tentu akan senang mempunyai partner
syirkah yang baik.sehingga bisa dikatakan bahwa dengan syirkah akan dapat
menjalin silaturahmi.Dan hal ini sejalan dengan fitrah manusia sebagai mahkluk
sosial yang tak bisa hidup sendiri dan membutuhkan sesama.
Daftar Pustaka
·
'Abdul 'Azhim bin Badawi al-Khalafi,
Al-Wajiz Fi Fiqhis Sunnah Wal Kitabil 'Aziz, atau Al-Wajiz
Ensiklopedi Fikih Islam dalam Al-Qur'an dan As-Sunnah Ash-Shahihah, terj
Ma'ruf Abdul Jalil (Pustaka As-Sunnah), hlm. 687 - 689.
·
Haroen,nasrun.fiqqh muamalah,(Jakarta:gaya media
pratama,2007)
·
Suhendi,hendi, fiqh muamalah, (Jakarta; raja grafindo
persada, 2007)
·
Syafe’I, rachmat, fiqh muamalah, (bandung: pustaka
setia, 2000)
·
Sabiq, sayyid, fiqh sunnah 12, (bandung: PT.alma’arif, 1987)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar